Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Negara Agraris, Mengapa Harga Pangan di Indonesia Rawan Bergejolak?

Kompas.com - 19/02/2017, 16:39 WIB
Pramdia Arhando Julianto

Penulis

"Karena mudah rusak otomatis, tidak memiliki daya simpan yang lama sehingga harus cepat dijual, maka ada kondisi-kondisi tertentu stok menurun, kalau cepat dijual kemudian harga turun, tetapi ketika tidak terjual lagi mungkin dalam satu sampai dua minggu harga naik nggak karuan," paparnya.

Selain itu, persoalan harga pangan juga dipengaruhi oleh elastisitas permintaan atau price elasticity of demand (PED), yang merupakan ukuran respon perubahan jumlah permintaan barang terhadap perubahan harga.

"Jadi tiga faktor itu yang berkombinasi menyebabkan harga pangan cenderung fluktuatif," ujarnya.

Stabilisasi Harga Pangan

Dalam persoalan lonjakan harga pangan, pemerintah tentunya tak tinggal diam, berbagai kebijakan guna meredam dan stabilisasi harga pangan terus digulirkan.

Seperti upaya khusus penambahan luas tanam komoditas strategis padi, jagung, kedelai yang dilakukan oleh Kemeterian Pertanian, hal ini dilakukan guna meningkatkan produksi dan juga upaya untuk tidak impor pangan.

Selain itu, upsus sapi indukan wajib bunting yang digencarkan guna meningkatkan populasi sapi di Indoensia. Seperti komoditas beras, pada tahun 2016 lalu harga beras pada tataran yang relatif stabil dan tidak bergejolak.

Direktur Utama Perusahaan Umum (Perum) Badan Urusan Logistik (Bulog) Djarot Kusumayakti mengatakan, sepanjang 2016 pergerakan harga beras relatif stabil jika dibandingkan pada 2015 yang sempat mengalami kenaikan sampai 30 persen.

Hal tersebut juga diakui Pengamat Pertanian IPB Dwi Andreas yabg mengatakan harga beras selama 2016 relatif stabil dan tidak fluktuatif.

"Beras di tahun 2016 lalu relatif stabil harganya, fluktuatifnya tidak separah tahun 2015 yang dibulan Februari masih sangat tinggi dan kemudian drop dibulan April dan Mei, lalu naik lagi lebih tinggi," ungkapnya.

Pada tahun 2016 perbedaan harga beras terendah dan tertinggi hanya Rp 350 perbedaannya dengan tahun sebelumnya.

"Itu ada faktor yang mempengaruhi, perbaikan produksi, sehingga produksi hampir sepanjang tahun, dan masa simpan, jadi beras relatif tersedia sepanjang tahun," paparnya.

Namun, kebijakan itu berbeda untuk komoditas seperti aneka cabai dan tomat yang memiliki masa simpan pendek serta mudah rusak.

Lonjakan harga yang sering terjadi diakibatkan masalah data produksi dan stok yang tidak akurat. "Sebenarnya kenaikan harga itu menandakan ada masalah di stok. Sehingga kunci dari tata kelola pangan yang baik adalah data produksi dan stok yang akurat, itu kuncinya," pungkasnya.

Menurut Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Abdullah Mansuri, persoalan harga pangan di Indonesia masih dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti alam, rantai distribusi, dan kebijakan pemerintah.

Faktor lainnya adalah persoalan distribusi pangan yang masih panjang, dan berimbas pada harga.

"Semakin panjang rantai pasok, akan semakin mempengaruhi harga, itu secara otomatis," jelasnya.

Adapun faktor ketiga adalah faktor kebutuhan dan pasokan yang sering tidak seimbang, utamanya pada hari-hari besar keagamaan.

"Keempat, yang paling akhir adalah kebijakan, karena kebijakan mempengaruhi harga juga walaupun memang variabel ini paling kecil dan paling jarang, tetapi ini juga ada, contoh harga eceran tertinggi, itu bisa mempengaruhi psikologi pasar," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jumlah Kunjungan Warga RI ke Singapura Meningkat Gara-gara Konser Taylor Swift

Jumlah Kunjungan Warga RI ke Singapura Meningkat Gara-gara Konser Taylor Swift

Whats New
Pasca Halving Bitcoin, Apa yang Harus Dicermati Investor?

Pasca Halving Bitcoin, Apa yang Harus Dicermati Investor?

Earn Smart
KJRI Cape Town Gelar 'Business Matching' Pengusaha RI dan Afrika Selatan

KJRI Cape Town Gelar "Business Matching" Pengusaha RI dan Afrika Selatan

Whats New
Baru 4 Bulan, Sudah 11 Bank Perekonomian Rakyat yang Tumbang

Baru 4 Bulan, Sudah 11 Bank Perekonomian Rakyat yang Tumbang

Whats New
Maskapai Akui Tak Terdampak Pengurangan Bandara Internasional

Maskapai Akui Tak Terdampak Pengurangan Bandara Internasional

Whats New
Bank BTPN Raup Laba Bersih Rp 544 Miliar per Maret 2024

Bank BTPN Raup Laba Bersih Rp 544 Miliar per Maret 2024

Whats New
Melalui Aplikasi Livin' Merchant, Bank Mandiri Perluas Jangkauan Nasabah UMKM

Melalui Aplikasi Livin' Merchant, Bank Mandiri Perluas Jangkauan Nasabah UMKM

Whats New
Hari Tuna Sedunia, KKP Perluas Jangkauan Pasar Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, KKP Perluas Jangkauan Pasar Tuna Indonesia

Whats New
Terima Peta Jalan Aksesi Keanggotaan OECD, Indonesia Siap Tingkatkan Kolaborasi dan Partisipasi Aktif dalam Tatanan Dunia

Terima Peta Jalan Aksesi Keanggotaan OECD, Indonesia Siap Tingkatkan Kolaborasi dan Partisipasi Aktif dalam Tatanan Dunia

Whats New
Pasarkan Produk Pangan dan Furnitur, Kemenperin Gandeng Pengusaha Ritel

Pasarkan Produk Pangan dan Furnitur, Kemenperin Gandeng Pengusaha Ritel

Whats New
Punya Manfaat Ganda, Ini Cara Unit Link Menunjang Masa Depan Gen Z

Punya Manfaat Ganda, Ini Cara Unit Link Menunjang Masa Depan Gen Z

BrandzView
Asosiasi Dukung Pemerintah Cegah Penyalahgunaan Narkoba pada Rokok Elektrik

Asosiasi Dukung Pemerintah Cegah Penyalahgunaan Narkoba pada Rokok Elektrik

Whats New
Impor Bahan Baku Pelumas Tak Lagi Butuh Pertek dari Kemenperin

Impor Bahan Baku Pelumas Tak Lagi Butuh Pertek dari Kemenperin

Whats New
Cara Isi Token Listrik secara Online via PLN Mobile

Cara Isi Token Listrik secara Online via PLN Mobile

Work Smart
Pencabutan Status 17 Bandara Internasional Tak Berdampak ke Industri Penerbangan

Pencabutan Status 17 Bandara Internasional Tak Berdampak ke Industri Penerbangan

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com