Tak hanya berefek pada sektor perikanan di dalam negeri, Susinisasi ternyata juga berdampak pada bisnis perikanan di negara lain. Bahkan, tatanan perikanan di kawasan regional berubah akibat Susinisasi.
Otoritas perikanan di sejumlah negara akhirnya mengeluarkan kebijakan untuk merespon dampak susinisasi.
Sebelum ada susinisasi, laut dan perairan Indonesia merupakan surga para pencuri ikan, baik oleh kapal eks asing maupun kapal asing.
Jutaan ton ikan tuna, tongkol, cakalang, kakap, kerapu, udang, lobster senilai ratusan triliun diangkat dari perairan Indonesia setiap tahunnya secara ilegal.
Hasil tangkapan tersebut tidak dilaporkan kepada otoritas setempat karena langsung dipindahkan di tengah laut atau transshipment.
Ikan-ikan tersebut kemudian diangkut ke pelabuhan dan pabrik-pabrik pengolahan ikan di negara-negara lain. Industri pengolahan perikanan negara-negara bersangkutan pun tumbuh subur dengan mengandalkan ikan curian dari Indonesia.
Setelah susinisasi, illegal fishing di Indonesia menurun drastis. Dampaknya, pasokan ikan ke industri pengolahan di sejumlah negara turun drastis.
Salah satu yang terpukul adalah pihak Thailand. Berdasarkan data KKP, terdapat 156 kapal eks-asing, dengan mayoritas berasal dari Thailand yang terdaftar di Pelabuhan Perikanan Ambon.
Kapal-kapal eks asing Thailand diketahui banyak menangkap ikan di sekitar Maluku dan Kepulauan Aru. Hasil tangkapan mereka di Maluku dan Aru sebagian besar disetor ke Thai Union Group PCL, perusahaan pengalengan tuna terbesar dunia yang bermarkas di Thailand.
Pendapatan Thai Union Group PCL dari penangkapan tuna mencapai 3,44 miliar dollar AS pada 2014. Bandingkan dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Propinsi Maluku sebagai tempat asal tuna yang hanya Rp 11,6 miliar atau setara 860.000 dollar AS pada periode yang sama.
Pihak Tiongkok juga tertohok susinisasi. Contohnya perusahaan perikanan asal Tiongkok bernama Pingtan Marine Enterprise yang diketahui mengerahkan 156 kapal untuk menangkap ikan di Merauke Papua.
Sejak ada Susinisasi, pendapatan perusahaan tersebut anjlok drastis. Pada tahun 2014 atau sebelum susinisasi, pendapatan Pingtan mencapai 233,4 juta dollar AS.
Namun, pada 2015 atau setelah susinisasi, pendapatannya merosot hingga 74 persen menjadi hanya 60,7 juta dollar AS dan makin merosot pada 2016.
Filipina juga bernasib sama. Akibat Susinisasi, lebih dari 50 persen perusahaan perikanan di Pelabuhan General Santos Filipina bangkrut akibat berkurangnya pasokan ikan dari Indonesia.
Perusahaan cukup besar yang tutup warung antara lain RD Tuna Ventures Inc, San Andres Fishing Industries Inc, Santa Monica Inc, Pamalario Inc, Starcky Ventures Inc, Virgo Inc, dan Kemball Inc.
Selain itu, lebih dari 100 perusahaan perikanan di Filipina anjlok usahanya dan terancam bangkrut.
Sebelum susinisasi, perusahaan-perusahaan tersebut mendapatkan pasokan ikan dari Bitung atau melalui transshipment.
Ikan yang didaratkan di Pelabuhan Bitung hanya sebagian kecil, adapun sebagian besarnya dibawa ke General Santos.