DENPASAR, KOMPAS.com - Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara mengatakan, peringkat investment grade atau layak investasi yang diperoleh Indonesia dari berbagai lembaga pemeringkat dunia harus dibarengi dengan upaya pembenahan perekonomian lainnya.
(Baca: Peringkat "Investment Grade" dari S&P Bukti Kuatnya Perekonomian RI)
"Setelah Standard & Poor (S&P) naikkan rating, harapan nanti outlook ekonomi akan semakin positif, karena komitmen Bank Indonesia, Kementerian Keuangan dan Kementerian lain akan jaga pengelolaan makro ekonomi yang baik, hati-hati," ujar Mirza usai acara Diseminasi Buku Laporan Keuangan Indonesia 2016 di The Anvaya, Denpasar, Bali, Senin (22/5/2017).
Menurutnya, salah satu komitmen yang perlu dijaga adalah terus menjaga neraca pembayaran yang sehat hingga nilai inflasi.
"Bank Indonesia dan pemerintah jaga neraca pembayaran yang sehat, inflasi kita jaga 3 sampai 5 persen," tambah Mirza.
Mirza menambahkan, rating investment grade yang dibarengi upaya pembenahan akan makin meningkatkan daya tarik investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
"Tentu harapannya adalah jumlah investor pasar modal yang datang semakin banyak. Contohnya investor dari Jepang. Dari Jepang itu, kalau belum investment grade, biasanya tidak mau masuk," jelasnya.
Guna menarik minat investor, pemerintah juga harus melanjutkan deregulasi yang tengah dijalankan, baik dari sisi regulasi, iklim investasi yang kondusif, hingga peringkat kemudahan berusaha.
"Harus dipastikan pemerintah melanjutkan deregulasi, baik di manufaktur, perdagangan, petrocemical dan lain lain. Kami lihat komitmen pemerintah tinggi sekali. Di sektor energi komitmen regulasinya baik sekali," ungkapnya.
Dengan berbagai hal tersebut, maka target dari Presiden Joko Widodo dalam mewujudkan peringkat Ease of Doing Business (EODB) Indonesia diharapkan dapat tercapai. "Pak Joko Widodo targetkan EODB sampai ke 40, sekarang di level 91," papar Mirza.
Pembiayaan infrastruktur
Sementara itu, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nurhaida mengatakan, tak dapat dipungkiri pemerintah saat ini tengah mencari sumber pendanaan yang besar dalam pembangunan infrastruktur di daerah.
"Pemerintah sangat kuat dalam membangun infrastruktur di berbagai daerah, dan pembangunan tersebut membutuhkan pembiayaan yang besar," ungkap Nurhaida.
Menurutnya, kebutuhan dana yang besar dalam pembangunan infrastruktur tidak bisa semata-mata didanai melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), melainkan harus mencari sumber dana di luar APBN.
"Untuk membiayai pembangunan tersebut tidak akan bisa dipenuhi sendiri oleh APBN, diperlukan sumber pembiayaan di luar APBN untuk memenuhi kebutuhan pendanaan tersebut. Salah satu sumber pembiayaan yang cocok untuk pembangunan infrastruktur adalah pembiayaan dari pasar modal," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.