JAKARTA, KOMPAS.com - Harga Bitcoin melonjak 15 persen dan secara singkat naik di atas level 5.000 dollar AS pada Selasa untuk pertama kalinya sejak November. Tapi belum diketahui alasan yang bisa menjelaskan kenaikan yang tiba-tiba ini.
Pendiri dan kepala eksekutif deVere Group Nigel Green, mengatakan dalam sebuah laporan bahwa ada perkiraan yang berkembang bahwa Bitcoin akan kembali menguat.
"Lompatan dramatis ini kemungkinan akan menarik banyak investor yang telah duduk di sela-sela. Termasuk lembaga-lembaga besar," kata Green melansir CNN, Kamis (4/4/2019).
Kepala analis pasar dengan TF Global Markets (UK) Ltd, Naeem Aslam, dalam sebuah laporan mengatakan, pergerakan liar untuk harga bitcoin adalah normal. Jadi, kondisi ini tidak terlalu mengejutkan.
"Bitcoin adalah sejenis binatang buas yang memiliki kemampuan untuk mencetak kenaikan lebih dari 20 persen setiap hari dan kami telah melihat reli semacam ini menjelang akhir 2017 sebelum harganya jatuh," tulis Aslam.
Dia menambahkan, bahwa lonjakan bitcoin besar (XBT) akan menarik banyak investor yang telah duduk di pinggir lapangan dan menunggu saat ini.
Lukman Otunuga, analis riset di broker mata uang FXTM setuju dengan itu. Dia mengatakan dalam sebuah catatan penelitian, bahwa ayunan tiba-tiba dan eksplosif bukanlah hal baru di dunia cryptocurrency. Tetapi alasan di balik lompatan agresif bitcoin tetap menjadi misteri.
Dengan kata lain, bitcoin lebih tinggi hanya karena orang membeli bitcoin. Ini adalah kasus klasik dari momentum berinvestasi pada steroid dan mungkin tidak ada yang nyata atau alasan untuk membenarkan lonjakan tersebut.
Bitcoin selalu menjadi mainan favorit bagi para pedagang yang ingin menguangkan dengan gerakan tiba-tiba. Reli baru-baru ini mungkin tidak lebih dari itu.
Sementara itu, Presiden GuideStone Capital Management, David Spika, mengatakan bahwa reli dalam bitcoin kemungkinan merupakan contoh lain dari peningkatan risiko.
Saham melonjak pada kuartal pertama, meskipun ada kekhawatiran tentang fakta bahwa pendapatan diperkirakan akan menurun pada kuartal pertama.
Ini karena imbal hasil obligasi jatuh di tengah kekhawatiran tentang perlambatan pertumbuhan ekonomi global.
"Ini tanda kegembiraan lainnya. Itu tidak dibenarkan," kata Spika.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.