Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS

Kementan Dorong Produksi Tepung Bahan Baku Lokal

Kompas.com - 24/07/2019, 20:17 WIB
Anissa DW,
Kurniasih Budi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Pertanian (Kementan) terus mendorong pengolahan bahan pangan lokal menjadi tepung.

Pengolahan dengan bahan baku lokal itu bertujuan mewujudkan diversifikasi pangan di Indonesia, serta mengurangi ketergantungan impor gandum, 

Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementan, Agung Hendriadi, mengatakan badan yang dipimpinnya bertugas untuk mengembangkan diversifikasi pangan.

"Oleh karena itu, yang kami lirik sekarang ketergantungan akan impor gandum," ujar Agung Hendriardi saat Focus Group Discussion (FGD) BKP di Menara Kadin, Rabu (24/7/2019).

Baca juga: Wapres: Impor Beras 1 Juta Ton Semua Ribut, Impor Gandum 7 Juta Ton Diam

Agung menjelaskan, saat ini impor gandum Indonesia mencapai angka 10 juta ton. Adapun 8 juta ton gandum impor itu digunakan untuk industri makanan.

Ketergantungan itulah yang ingin Kementan kurangi. Salah satu caranya dengan memproduksi bahan pangan lokal menjadi tepung, yang sebagian jumlahnya bisa digunakan untuk substitusi tepung berbahan dasar gandum.

Bahan baku lokal

Bahan pangan lokal yang saat ini menjadi fokus pengembangan adalah sagu, jagung, dan singkong.

Selama ini ketiga bahan pangan lokal itu masih diperjualbelikan dalam bentuk bahan segar. Padahal, ketiga bahan pangan lokal itu memiliki potensi serta jumlah yang melimpah.

Merujuk data Kementan, potensi luas lahan sagu di Indonesia mencapai 5 juta hektar atau setara dengan 63 juta ton sagu. Sayangnya, hingga saat ini baru 33,632 hektar yang dimanfaatkan.

Untuk itu, Kementan mengundang beberapa pelaku industri pangan, lembaga, serta kementerian terkait untuk membahas upaya melokalkan bahan baku industi pangan melalui FGD.

Baca juga: Kementan Ajak Semua Pihak Lokalkan Bahan Baku Industri Pangan

Dalam diskusi tersebut, Kementan mendorong industri, termasuk Industri Kecil dan Menengah (IKM), mulai mengolah sagu, jagung, dan singkong menjadi produk industri intermediate, yakni tepung kering.

"Hasilnya adalah tepung kering yang bisa digunakan untuk industri lanjutannya. Industri ini ppotensnya luar biasa, sumbangan ke PDB luar biasa, dan ekspornya juga meningkat terus," terang Agung.

Untuk itu, Kementan akan memulai upaya produksi tepung berbahan pangan lokal tersebut dari tingkat Usaha Kecil Menengah (UKM).

Menurut Agung, BKP mulai mengembangkan industri pangan lokal di 10 lokasi di seluruh Indonesia, seperti Kepulauan Meranti, Gorontalo, Sukabumi, Kupang, dan beberapa daerah lainnya.

Kendala

Akan tetapi, Agung mengakui pengembangan program itu masih memiliki beberapa kendala. Salah satunya adalah tingkat produktivitas rendah.

Jika produktivitasnya rendah, imbuh dia, maka harga bahan baku per kilonya tinggi.

Contohnya, terang Agung, jika singkong harga bahan baku per kilonya Rp 3.000, maka untuk jadi tepung singkong harganya dikalikan 4. Artinya, harga jual tepung singkong bisa mencapai Rp 12.000 per kilogram (kg).

"Sedangkan tepung terigu semahal-mahalnya Rp 8.000. Jadi, tidak bisa bersaing dong," imbuhnya.

Oleh karena itu, Kementan akan bergerak dari hulu ke hilir. Apabila jumlah tepung yang diproduksi naik, harga bahan baku singkong bisa menjadi Rp 2.000 per kg.

Alhasil, harga tepung singkong nantinya bisa sama dengan harga tepung terigu, yakni Rp 8.000 per kg.

Sementara itu, dari sisi kebijakan industri, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) akan turut membantu Kementan dalam pengembangannya.

Kebijakan pemerintah

Menurut perwakilan Dirjen Industri Agro Kemenperin Yusuf Akbar, Kemenperin telah melakukan beberapa upaya untuk mendorong industri tepung berbahan baku lokal.

Pertama, pemerintah mengusulkan industri pangan berbasis pati, ubi kayu, dan berbagai macam pati palma akan mendapatkan tax allowance.

"Diusulkan untuk dimasukan di lampiran satu di tax allowance, sehingga menimbulkan gairah bagi investor untuk berinvestasi di Indonesia," ujar dia.

Baca juga: Pemerintah Akan Pangkas Pajak Besar-besaran

Sementara itu,  kegiatan riset industri untuk produk tepung yang bahannya tidak umum, seperti iles-iles dan kelor, akan diberikan fasilitas pajak.

"Kami mencoba memberikan fasilitas pajak sebesar 300 persen, baik disisi inovasi maupun yang audah melakukan kerja sama dengan SMK melalui program vokasi," terang Yusuf.

Sementara itu, untuk kebijakan non fiskal, Kemenperin mencoba melakukan pengembangan dari sisi UKM melalui pemberian bantuan mesin dan peralatan untuk industri pengolahan tepung lokal.

"Kami juga menyusun SNI tepung dan produk lokal berbasis bahan baku tepung lokal. Melakukan pelatihan pengolahan tepung lokal dan juga pelatihan produksi produk halal," kata ida..

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com