Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Forum Internasional, Menteri KP Sebut RI Siap Terapkan Penangkapan Ikan Berkuota

Kompas.com - 03/11/2021, 11:21 WIB
Fika Nurul Ulya,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyampaikan kesiapan Indonesia menerapkan kebijakan perikanan berbasis kuota di forum High-level Dialogue (HLD) on Driving Ocean and Investment in Climate Action, Glasgow.

Kebijakan perikanan berbasis kuota ini bakal berlaku di 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI). Kebijakan diambil untuk memastikan kepentingan ekologi terlindungi, dan manfaat ekonomi dapat terwujud secara optimal.

“Kebijakan perikanan berbasis kuota dibangun berdasarkan pertimbangan ekologi dan ekonomi,” kata Trenggono dalam siaran pers, Rabu (3/11/2021).

Trenggono mencontohkan, negara-negara di Uni Eropa, Islandia, Kanada, Selandia Baru, dan Australia telah menerapkan sistem kuota untuk memastikan keberlanjutan sektor perikanan tangkap mereka.

Baca juga: Penangkapan Ikan Terukur Berlaku 2022, Ini Zonasi dan Alat Tangkapnya

Bahkan, China akan menerapkan secara penuh sistem kuota dengan berbagai pembatasan sebagai bagian dari kebijakan (kuota).

"Ini untuk memastikan komoditas (perikanan) lestari, dan lingkungan sehat untuk perikanan,” beber dia.

Trenggono memaparkan, penangkapan berbasis kuota akan dilengkapi dengan teknologi pemantauan terpadu.

Teknologi ini berperan untuk memantau kepatuhan pelaku perikanan tangkap terhadap pengaturan, baik di area penangkapan, jumlah ikan yang boleh ditangkap berdasarkan kuota volume produksi, jenis alat tangkap, pelabuhan perikanan sebagai tempat pendaratan/pembongkaran ikan, maupun penggunaan anak buah kapal lokal.

“Kami menyiapkan sistem teknologi berbasis satelit terpadu yang akan digunakan sebagai sistem utama untuk surveilans operasi penangkapan ikan,” tambahnya.

Melalui kebijakan penangkapan berbasis kuota, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) membagi WPPNRI dalam 3 (tiga) zona.

Pertama, zona industri yang terbagi kuota penangkapannya untuk pelaku usaha perikanan (industri), nelayan tradisional, serta kuota hobi.

Baca juga: Pemerintah Akan Batasi Penangkapan Ikan di Laut Pakai Sistem Kuota

Kedua, zona terbatas dan pemijahan, serta yang ketiga adalah zona nelayan lokal yang pelaksanaannya tanpa kuota penangkapan.

“Sejauh ini melihat kemajuan dalam formulasi dan penerapan kebijakan (kuota) saya meyakini kebijakan perikanan berbasis kuota akan menghasilkan multiplier effect untuk pembangunan nasional, termasuk mendukung ketahanan pangan,” jelas Trenggono.

Lebih lanjut, Trenggono menekankan, bahwa implementasi kebijakan perikanan berbasis kuota dirancang sebagai perangkat kunci memberantas praktik perikanan yang ilegal, tidak dilaporkan dan tidak diatur (Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing).

Kemudian, untuk mendorong pengelolaan perikanan berkelanjutan, mengatasi isu-isu terkait pengumpulan data dan ketertelusuran ikan, serta optimalisasi pelabuhan-pelabuhan perikanan di Indonesia.

Penerapan secara penuh kebijakan berbasis kuota menurutnya dapat meningkatkan produktivitas dan berkontribusi pada pencapaian strategi net-zero emissions dan updated national determined contribution (NDC).

“Saya percaya kita mampu mengoptimalkan potensi Ekonomi Biru (kita), dan pada saat yang sama menjaga keberlanjutan ekosistem untuk Indonesia yang makmur,” pungkas Trenggono.

Baca juga: Tak Lagi Ada Ketentuan PCR, Perjalanan Darat Jarak Jauh Wajib Antigen

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kehabisan Tiket Kereta? Coba Fitur Access by KAI Ini

Kehabisan Tiket Kereta? Coba Fitur Access by KAI Ini

Spend Smart
Harga Saham BBRI 'Nyungsep' 5 Persen, Investor 'Buy' atau 'Hold'?

Harga Saham BBRI "Nyungsep" 5 Persen, Investor "Buy" atau "Hold"?

Whats New
Cara Hapus Daftar Transfer di BCA Mobile

Cara Hapus Daftar Transfer di BCA Mobile

Work Smart
Perkuat Stabilitas Rupiah di Tengah Ketegangan Dunia

Perkuat Stabilitas Rupiah di Tengah Ketegangan Dunia

Whats New
Bantu Industri Hadapi Risiko Geopolitik, PGN Bakal Bangun Hub Optimalkan LNG Lintas Negara

Bantu Industri Hadapi Risiko Geopolitik, PGN Bakal Bangun Hub Optimalkan LNG Lintas Negara

Whats New
Mendag Musnahkan 27.078 Ton Produk Baja Ilegal Milik PT Hwa Hook Steel

Mendag Musnahkan 27.078 Ton Produk Baja Ilegal Milik PT Hwa Hook Steel

Whats New
Survei BI: Penyaluran Kredit Baru Perbankan Tumbuh pada Kuartal I-2024

Survei BI: Penyaluran Kredit Baru Perbankan Tumbuh pada Kuartal I-2024

Whats New
Bangun Ekosistem Hunian Terintegrasi Internet, Perumnas Gandeng Telkomsel

Bangun Ekosistem Hunian Terintegrasi Internet, Perumnas Gandeng Telkomsel

Whats New
Kalog Express Layani Pengiriman 3.186 Ton Barang Selama Lebaran 2024

Kalog Express Layani Pengiriman 3.186 Ton Barang Selama Lebaran 2024

Whats New
Bank Sentral Jepang Pertahankan Suku Bunga

Bank Sentral Jepang Pertahankan Suku Bunga

Whats New
Temukan Jaringan Narkotika di Tangerang, Bea Cukai dan BNNP Banten Musnahkan 21 Kg Sabu

Temukan Jaringan Narkotika di Tangerang, Bea Cukai dan BNNP Banten Musnahkan 21 Kg Sabu

Whats New
Dorong UMKM 'Go Global', Pertamina Kembali Gelar UMK Academy 2024

Dorong UMKM "Go Global", Pertamina Kembali Gelar UMK Academy 2024

Whats New
Mata Uang Polandia Bukan Euro meski Gabung Uni Eropa, Apa Alasannya?

Mata Uang Polandia Bukan Euro meski Gabung Uni Eropa, Apa Alasannya?

Whats New
Bersinergi Bersama, Bea Cukai dan BNN Usut Tuntas 4 Kasus Peredaran Sabu dan Ganja di Jateng

Bersinergi Bersama, Bea Cukai dan BNN Usut Tuntas 4 Kasus Peredaran Sabu dan Ganja di Jateng

Whats New
Dana Asing Rp 29,73 Triliun Cabut dari Indonesia, Ini Kata Sri Mulyani

Dana Asing Rp 29,73 Triliun Cabut dari Indonesia, Ini Kata Sri Mulyani

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com