Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Dinilai Masih Membutuhkan Impor, Mengapa?

Kompas.com - 29/03/2022, 19:40 WIB
Elsa Catriana,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Senior Fellow Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Deasy Pane mengatakan, aktivitas impor di Tanah Air masih dibutuhkan untuk menggerakkan industri karena banyak bahan baku yang masih dibutuhkan untuk industri yang tidak dapat dipenuhi dari dalam negeri.

Dia menilai, menurunnya nilai impor justru perlu diperhatikan karena berarti ada penurunan kinerja industri.

Apalagi dalam konteks pandemi, industri tidak mampu beroperasi secara penuh atau bahkan menghentikan produksi dan mengurangi jumlah tenaga kerja.

Baca juga: Kecuali Alat Pertahanan, Pemerintah Bekukan Semua Produk Impor dalam E-Katalog

“Selama ini, performa neraca perdagangan sering dilihat dari tinggi rendahnya nilai ekspor dan impor. Padahal, tingginya impor tidak selalu mencerminkan perekonomian yang tidak baik. Tingginya impor menunjukkan adanya gairah pada perekonomian dan aktivitas industri,” ujar Deasy Pane dalam siaran persnya, Selasa (29/3/2022).

Ia melanjutkan, tingginya aktivitas perdagangan internasional akan berdampak baik pada pertumbuhan ekonomi dan produktivitas nasional.

Di sisi lain, dia mengatakan, defisit neraca perdagangan memang dapat berdampak negatif pada kestabilan moneter Indonesia. Namun pembatasan terhadap aktivitas perdagangan baik ekspor dan impor akan mempengaruhi aktivitas pelaku usaha dan industri serta mempengaruhi daya beli masyarakat.

Baca juga: Kurangi Ketergantungan Impor Obat-obatan, Pemerintah Berikan Fasilitas Non Fiskal untuk Industri Farmasi Inovator

Deasy juga menilai Indonesia masih perlu meningkatkan daya saing produk lokal supaya produk lokal dapat bersaing di pasar internasional.

Peningkatan daya saing, kata dia, membutuhkan upaya untuk menciptakan kualitas produk yang memenuhi standar internasional.

“Meningkatkan daya saing sangat diperlukan untuk membuka pasar bagi produk lokal. Salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan upaya konsisten untuk menciptakan dan menjaga iklim bisnis dan persaingan usaha di Indonesia supaya ada gairah bagi pelaku usaha untuk berbisnis dan meningkatkan daya saing dan kualitas produknya. Iklim berusaha sebaiknya tetap terbuka agar proses modernisasi dan transfer teknologi dapat berjalan optimal,” jelasnya.

Selain itu, modernisasi dan transfer teknologi juga dinilai dapat membantu efisiensi proses produksi yang dilakukan pelaku usaha.

Proses produksi yang tidak efisien membuat produk lokal sulit bersaing dengan produk impor yang diciptakan lewat proses produksi yang efisien sehingga kualitasnya lebih baik dan harganya lebih murah.

Selain itu, dia menyarankan agar pemerintah perlu meningkatkan ekosistem penelitian dan pengembangan yang kondusif di kalangan industri dan pelaku usaha. Hal ini sangat penting karena penelitian dan pengembangan dapat memberikan nilai lebih dari produk yang dihasilkan.

“Kontribusi belanja riset pemerintah masih relatif minim. Selain itu, ekosistem yang kurang mendukung membuat pelaku usaha kurang termotivasi untuk melakukan penelitian dan pengembangan,” pungkasnya.

Baca juga: Simak Lagi Daftar Barang Impor yang Bikin Jokowi Jengkel

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Lowongan Kerja PT Honda Prospect Motor untuk S1, Ini Persyaratannya

Lowongan Kerja PT Honda Prospect Motor untuk S1, Ini Persyaratannya

Whats New
Sudah Bisa Dibeli, Ini Besaran Kupon Sukuk Tabungan ST012

Sudah Bisa Dibeli, Ini Besaran Kupon Sukuk Tabungan ST012

Whats New
Revisi Target Penyaluran Kredit, BTN Antisipasi Era Suku Bunga Tinggi

Revisi Target Penyaluran Kredit, BTN Antisipasi Era Suku Bunga Tinggi

Whats New
Mampukah IHSG Bangkit Hari Ini ? Simak Anlisis dan Rekomendasi Sahamnya

Mampukah IHSG Bangkit Hari Ini ? Simak Anlisis dan Rekomendasi Sahamnya

Whats New
Kekhawatiran Inflasi Mencuat, Wall Street Berakhir di Zona Merah

Kekhawatiran Inflasi Mencuat, Wall Street Berakhir di Zona Merah

Whats New
Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km/Jam, Perjalanan Terlambat

Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km/Jam, Perjalanan Terlambat

Whats New
BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

Whats New
[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

Whats New
KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat Gara-gara Hujan Lebat

KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat Gara-gara Hujan Lebat

Whats New
Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Earn Smart
Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Whats New
Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Whats New
Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Whats New
Pintu Perkuat Ekosistem Ethereum di Infonesia

Pintu Perkuat Ekosistem Ethereum di Infonesia

Whats New
BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com