Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Wisnu Dewobroto
Pendidik dan Peneliti

Pendidik dan Peneliti di bidang Kewirausahaan. Tim Kewirausahaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Sekretaris Umum Komunitas Tangan Diatas.

Kewirausahaan untuk Semua

Kompas.com - 19/05/2022, 14:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DARI murah menjadi mahal, dari inklusif menjadi eksklusif. Itulah yang terjadi dengan kewirausahaan kita saat ini, sehingga tidak semua orang bisa mengaksesnya.

Wirausaha kini memang menjadi profesi yang menjanjikan. Wirausaha dapat mengangkat derajat, harkat dan martabat seseorang, baik secara ekonomi maupun sosial.

Namun, wirausaha yang sebenarnya mempunyai tujuan mulia, yakni menyelesaikan permasalahan di masyarakat, memberikan dampak ekonomi dan juga sosial, sering kali diartikan berbeda.

Wirausaha sering diasosiasikan dengan kekayaan materi, seperti punya harta berlimpah, punya mobil mewah, bahkan punya kapal pesiar.

Sebab itulah, orang berbondong-bondong mau berwirausaha. Sayangnya, tidak semua orang memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk berwirausaha.

Nah, di titik inilah mereka yang menjadikan kewirausahaan sebagai sesuatu yang bernilai uang, dapat diuangkan, atau dapat mendatangkan uang, melihat peluang.

Mereka kemudian membuka kuliah-kuliah, kursus-kursus, dan pelatihan-pelatihan kewirausahaan dengan biaya yang tidak murah, bisa mencapai puluhan juta rupiah, termasuk untuk mendapatkan sertifikat berkaitan dengan kewirausahaan.

Sebab itulah tidak semua orang mampu mengakses kewirausahaan. Kewirausahaan pun menjadi barang yang mahal dan eksklusif, tidak lagi murah dan inklusif.

Di sisi lain, ketidakmerataan edukasi kewirausahaan berkualitas terjadi di beberapa daerah di Indonesia.

Ketika penulis berkunjung ke daerah-daerah untuk melihat kondisi ekosistem wirausaha di Indonesia, tidak dipungkiri semakin dekat suatu daerah dengan kota besar, semakin besar pula daerah itu menjadi daerah "ramah wirausaha".

Ini benar-benar menjadi "PR" (pekerjaan rumah) bagi Indonesia yang wilayahnya sangat luas, belum lagi pulau-pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke.

Beberapa gerakan, organisasi, komunitas, dan kampanye kewirausahaan yang dibuat oleh masyarakat bermunculan sebagai alternatif solusi untuk membuat ekosistem wirausaha secara mandiri.

Sebut saja komunitas Tangan di Atas (TDA), Yuk Bisnis, Womenpreneur Community, Startup lokal, dan Sahabat UMKM yang tersebar di seluruh daerah di Indonesia yang dikenal sebagai inkubator organik wirausaha.

Tapi itu saja tidak cukup untuk menjangkau seluruh wilayah Indonesia yang begitu luas dengan sumber daya terbatas.

Tidak ada cara lain memang, dalam kondisi seperti ini, harus ada intervensi pemerintah dengan kebijakan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com