Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemenperin: Penetapan Kebutuhan Impor Garam Industri Sudah Transparan

Kompas.com - 10/10/2022, 14:35 WIB
Elsa Catriana,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyebut penetapan kebutuhan impor garam industri sudah transparan dan sesuai prosedur. Hal itu disampaikan menyusul langkah Kejagung melakukan penyidikan terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas impor garam industri pada tahun 2016-2022.

Juru Bicara Kementerian Perindustrian sekaligus Staf Khusus Menteri Perindustrian Bidang Pengawasan Febri Hendri Antoni mengatakan, penetapan kebutuhan impor garam sudah berdasarkan kebutuhan garam sebagai bahan baku dan bahan penolong bagi sektor industri berdasarkan surat pengajuan dari asosiasi industri maupun survei bersama kementerian dan lembaga terkait.

Bahkan kata dia, penetapan kuota impor gram itu berdasarkan pembahasan lintas kementerian dan lembaga di bawah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, serta koordinasi dengan Bareskrim Polri dan melakukan rapat terbatas dengan Wakil Presiden.

Baca juga: Tak Semua Pantai di Indonesia Dapat Memproduksi Garam, Ini Sebabnya

“Artinya, penetapan kebutuhan impor garam untuk industri sudah transparan dan sesuai prosedur, dan menggambarkan kebutuhan sektor industri manufaktur secara keseluruhan, baik yang membutuhkan garam dari impor maupun dari lokal seperti sektor industri tekstil, penyamakan kulit, dan lainnya,” kata Febri Hendri Antoni dalam siaran resminya, Senin (10/10/2022).

Ia menuebut transparansi penetapan kebutuhan impor garam tercermin dalam rekomendasi dari Kemenperin maupun Persetujuan Impor (PI) yang diterbitkan Kementerian Perdagangan sebesar 3,16 juta ton pada tahun 2018.

“Jadi, di bawah angka kebutuhan 3,7 juta ton. Sedangkan realisasi impor pada tahun 2018 itu sebesar 2,84 juta ton,” ungkap Febri.

Baca juga: Penuhi Kebutuhan Industri, PT Garam Siap Bersaing dengan Garam Impor


Pernyataan Jubir Kemenperin tersebut sekaligus menanggapi pernyataan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana beberapa waktu lalu.

Saat ini, Kejagung tengah melakukan penyidikan terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas impor garam industri pada tahun 2016-2022.

Febri menjelaskan, penggunaan garam impor diverifikasi oleh lembaga independen pada saat verifikasi untuk kebutuhan tahun berikutnya. Selain itu, perusahaan menyampaikan laporan kepada Kemenperin setiap triwulan.

“Realisasi impor pada kenyataannya selama ini selalu lebih kecil daripada PI yang diterbitkan karena industri pun tidak akan melakukan impor jika memang tidak memerlukan impor. Sedangkan PI tersebut merupakan rencana dari industri,” paparnya.

Baca juga: Pemerintah Targetkan Penciptaan Satu Juta Wirausaha Baru pada 2024

Sementara itu, untuk menanggapi pernyataan Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti terkait rekomendasi impor garam dari KKP sebesar maksimal 1,82 juta ton, hanya melalui tiga pelabuhan bongkar, yaitu Ciwandan, Tanjung Perak dan Belawan, serta waktu pemasukan juga dibatasi pada periode Januari-April 2018, Kemenperin memandang hal tersebut akan berdampak terhadap keberlangsungan industri yang membutuhkan garam sebagai bahan baku dan penolong.

Hal ini karena beberapa perusahaan industri memerlukan jaminan kontinuitas pasokan dan kebutuhannya besar yang memerlukan importasi secara kontinyu tiap bulan khususnya sektor industri khlor alkali (CAP).

“Beberapa industri sudah mempunyai jetty sendiri dengan investasi yang tidak murah. Kemudian, sektor industri farmasi yang kebutuhannya tersebar dalam jumlah kecil juga memerlukan importasi melalui udara karena volume kecil tersebut,” imbuhnya

Baca juga: 8,1 Juta Pekerja Sudah Terima BLT Subsidi Gaji Rp 600.000

Kemenperin mendukung proses penegakan hukum terkait impor garam industri yang sedang dilakukan Kejagung saat ini.

Terkait hal tersebut, rekomendasi impor yang dikeluarkan Kemenperin tetap berdasarkan kuota yang telah ditetapkan Rakortas di bawah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

Jika ada realokasi maupun tambahan kuota, kata dia, tetap dilakukan berdasarkan Rakortas dan rekomendasi Kemenperin sebagai acuan Kemendag dalam penerbitan PI. Hal ini supaya perubahan tersebut tidak melebihi kuota yang telah ditetapkan dalam Rakortas.

Selain itu kata Kemenperin, jika dalam pelaksanaannya ditemukan rembesan atau penyalahgunaan, hal ini merupakan tanggung jawab dari pelaku usaha sesuai aturan Permenperin 34 Nomor 2018 tentang Tatacara Pemberian Rekomendasi Impor Komoditas Pergaraman sebagai Bahan Baku dan Bahan Penolong Industri.

Baca juga: Cek Rekening, BSU Tahap 5 Cair Hari Ini

Menurut peraturan tersebut, pelaku usaha akan dikenai sanksi tidak memperoleh rekomendasi untuk tahun berikutnya.

Kemenperin mengaku telah berupaya melakukan substitusi impor, khususnya untuk sektor aneka pangan dan pengeboran minyak.

Pada Neraca Komoditas 2022, kebutuhan garam di aneka pangan sebesar 630.000 ton, sedangkan sektor pengeboran minyak membutuhkan 30.000 ton. Meski demikian, alokasi impor sebesar 466.000 ton hanya diberikan kepada sektor aneka pangan.

Harapannya, kebutuhan garam bagi industri pengeboran minyak dan IKM aneka pangan dapat dipenuhi dari bahan baku garam lokal.

“Harga garam lokal sudah mencapai Rp 1.000 per kilogram, bahkan akhir-akhir ini di atas Rp 1.500 per kilogram, serta tidak terdapat sisa stok berlebih di lapangan karena penyerapan terus berlangsung dengan harga yang tinggi tersebut. Diharapkan hal ini akan tetap terus terjaga ke depannya dengan penerapan Neraca Komoditas dalam pengendalian impor garam,” pungkas Febri.

Baca juga: Risiko Global Meningkat, Sri Mulyani: Perlu Diwaspadai, tapi Tidak Berarti Kita Gentar...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com