Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Proyeksi Indef: Pertumbuhan Ekonomi RI Kuartal IV-2022 Melambat Dibanding Kuartal III-2022

Kompas.com - 09/11/2022, 11:23 WIB
Yohana Artha Uly,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia akan melambat secara moderat di kuartal IV 2022, setelah pada kuartal III 2022 berhasil tumbuh di angka 5,72 persen (year on year/yoy).

Menurut laporan Indef dikutip Rabu (9/11/2022), laju ekonomi yang tumbuh mencapai 5,72 persen menggambarkan berlanjutnya tren pemulihan ekonomi. Namun demikian, tekanan ekonomi akan mulai terasa memasuki kuartal IV-2022.

Pemicunya adalah peningkatan inflasi yang lebih tinggi dari kuartal sebelumnya seiring belum melandainya harga energi dan pangan, yang diikuti dengan pelemahan nilai tukar.

"Indef memproyeksi pertumbuhan ekonomi triwulan IV-2022 akan melambat secara moderat di level 5,3 persen, dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan pada 2022 ini sebesar 5,1 persen," tulis Indef.

Baca juga: Garuda Indonesia Pede Kinerja Kuartal IV 2022 Bakal Tumbuh Positif

Proyeksi tersebut berdasarkan beberapa catatan penilaian Indef terhadap kinerja ekonomi di kuartal III dan kuartal IV tahun ini. Pertama, laju pertumbuhan ekonomi Indonesia masih dibayangi low base effect atau basis yang rendah di tahun sebelumnya.

Seperti pada kuartal III-2022 yang tumbuh 5,72 persen, tak lepas karena rendahnya pertumbuhan ekonomi di kuartal III-2021 yang hanya mencapai 3,51 persen.

Indef menilai, low base effect tinggal tersisa sedikit di kuartal IV-2022, sehingga tidak mudah mencapai pertumbuhan di atas kuartal III-2022.

Baca juga: Belanja Pemerintah Bakal Topang Laju Ekonomi di Kuartal IV-2022

Peningkatan inflasi serta suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) juga akan berdampak pada kenaikan cicilan rumah, kendaraan dan pinjaman lainnya sehingga akan mengurangi disposable income rumah tangga.

Selain itu, catatan lainnya yakni laju sektor konstruksi kembali melambat dengan hanya mampu tumbuh 0,63 persen di kuartal III-2022, setelah pada kuartal sebelumnya tumbuh 1,02 persen. Padahal, pada kuartal III-2021 sektor ini mampu tumbuh 3,84 persen.

Hal ini disebabkan laju belanja modal hingga Agustus 2022 yang terkontraksi hingga 14,85 persen (yoy). Di sisi lain, belanja bangunan oleh swasta juga mengalami perlambatan sebagai akibat permintaan konstruksi yang melambat.

 

Konsumsi pemerintah

Kemudian, konsumsi pemerintah mengalami pertumbuhan negatif sebesar -2,88 persen pada kuartal III-2022, dan merupakan satu-satunya komponen sisi pengeluaran yang terjadi kontraksi. Realisasi APBN untuk belanja barang dan jasa hingga September 2022 turun dibanding 2021.

"Konsumsi Pemerintah tidak menjadi gas pertumbuhan tapi malah menjadi rem. Hingga September 2022, realisasinya sangat rendah yakni 61,61 persen atau lebih rendah dari September 2021 yang sebesar 65,7 persen," tullis Indef.

Catatan lainnya, laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga sebesar 5,39 persen pada kuartal III-2022 menjadi penopang utama yang membuat pertumbuhan ekonomi di kuartal III-2022 tetap berada di jalur ekspansi, meskipun tidak ada momentum puasa dan lebaran seperti kuartal II-2022.

Kontribusi konsumsi rumah tangga masih paling tinggi terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional, sehingga Indef menilai di kuartal IV-2022 pemerintah perlu menjaga konsumsi masyarakat, baik masyarakat menengah-bawah maupun menengah-atas.

Adapun pemberian bantuan dan perlindungan sosial yang tepat sasaran menjadi salah satu pendorong dalam mempertahankan daya beli masyarakat menengah ke bawah.

Catatan selanjutnya yaitu meskipun laju pertumbuhan ekspor sedikit meningkat dari 20,02 persen di kuartal II-2022 menjadi 21,64 persen di kuartal III-2022, namun tidak secepat peningkatan laju impor dari 12,37 persen di kuartal II-2022 menjadi 22,98 persen di kuartal III-2022.

Kondisi ini menjadi alarm bagi sektor perdagangan luar negeri dan kinerja cadangan devisa bahwa peningkatan ekspor tidak akan terus berlanjut.

Di sisi lain, risiko geopolitik masih tinggi dan pertumbuhan banyak negara partner dagang Indonesia menurun, sehingga perusahaan akan berpikir ulang untuk investasi khususnya pada sektor manufaktur yang berorientasi ekspor.

Kondisi-kondisi itu menjadi alarm untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi di sisa satu kuartal terakhir tahun ini. Indef menilai, pemerintah perlu mempercepat belanja modal dan belanja barang yang hingga Oktober 2022 masing-masing baru mencapai 66,44 persen dan 66,83 persen.

Selain itu, perlu dilakukan penyesuaian secara moderat suku bunga acuan BI mengikuti perkembangan inflasi yang terjadi serta dinamika kondisi ekonomi global agar laju kredit ke sektor riil tetap meningkat.

Serta perlu penguatan pasar domestik untuk berbagai produk-produk yang memiliki daya saing di pasar global, juga mempercepat industri substitusi impor di tengah menguatnya arus importasi beragam produk industri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com