Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dr. Andesna Nanda
Ahli Pemerhati Manajemen Strategis

Pemerhati Manajemen Strategi, Penulis Centang Biru Kompasiana

Melihat Perang Tarif Asuransi dari Kacamata Mahadata

Kompas.com - 15/01/2023, 10:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Premi ditetapkan tidak hanya untuk menutupi kerugian konsumen, tetapi juga untuk menutupi biaya dan mempertahankan margin yang layak.

Seperti di industri mana pun, tarif di industri asuransi juga tunduk pada hukum permintaan dan penawaran. Hal ini yang menyebabkan persentase kecil dari perubahan harga premi dapat menyebabkan konsumen berpindah perusahaan asuransi.

Seringkali perang tarif dimulai karena tindakan langsung, misalnya, memotong tarif suatu produk sebesar 10 persen untuk merespons kompetitor yang menurunkan tarif sebesar 8 persen.

Langkah ini merupakan respons atas konsep jika tidak dilakukan, pangsa pasar akan tergerus. Padahal hal yang terjadi adalah sebaliknya, yaitu perang tarif yang menghancurkan keuntungan industri dalam jangka panjang.

Seharusnya dengan karakteristik industri asuransi yang unit, penetapan memungkinkan maksimalisasi keuntungan dengan memungkinkan perusahaan asuransi memperoleh pangsa pasar di segmen yang lebih menguntungkan.

Mahadata sebagai alternatif

Sebelum konsep Big Data atau Mahadata muncul, perusahaan asuransi pada umumnya, secara tradisional akan melihat tarif produk pesaing yang serupa dan mengukur nilai produk sendiri untuk menghasilkan strategi penetapan tarif terbaik untuk lini produk.

Yang harus diperhatikan dengan pendekatan manual ini adalah meskipun dapat diterapkan untuk perusahaan asuransi skala kecil dengan jumlah produk yang tidak terlalu banyak, namun sepertinya sulit untuk perusahaan asuransi besar yang mempunyai puluhan produk fitur di tiap lini.

Setiap produk memerlukan strategi terpisah dan ini berarti berpotensi hilangnya profitabilitas dalam keputusan penetapan tarif yang tidak efisien.

Untuk setiap produk asuransi, idealnya, mempertimbangkan strategi yang sangat spesifik yang akan memengaruhi tarif, dibandingan dengan nilai produk itu sendiri bagi konsumen, misalnya—dan kemudian mencapai tarif terbaik.

Memang, dengan portofolio yang tidak terlalu kompleks, pendekatan penetapan tarif semacam ini akan lebih mudah.

Permasalahan akan muncul ketika portofolio produk membengkak. Ketika hal ini terjadi maka mungkin akan sulit untuk melakukan proses yang matang untuk menentukan tarif suatu produk karena sulitnya membandingkan antara utilitas, nilai, dan biaya yang harus dikeluarkan.

Tantangan bagi perusahaan asuransi dalam menetapkan tarif yang terbaik bukan hanya tantangan analisis suatu produk, namun lebih ke arah tantangan tata kelola data.

Perusahaan asuransi perlu beralih ke strategi bagaimana menafsirkan dan mengambil langkah-langkah strategis berdasarkan tata kelola data.

Hal ini akan memunculkan kesempatan untuk mengidentifikasi bagaimana faktor-faktor yang (mungkin) sering terlewatkan seperti, misalnya, tantangan ekonomi, preferensi konsumen, dan kebutuhan di setiap segmen konsumen.

Untuk mengatasi hal tersebut, maka mungkin pasca-pandemi COVID-19 adalah waktu yang tepat untuk perusahaan asuransi mulai beralih ke konsep Big Data atau Mahadata untuk menggali, memaksimalkan, dan bahkan menemukan ceruk kesempatan baru di industri asuransi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com