Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Irvan Maulana
Direktur Center of Economic and Social Innovation Studies (CESIS)

Peneliti dan Penulis

Kenaikan HET Beras Bisa Pacu Angka Kemiskinan

Kompas.com - 19/03/2023, 06:17 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Kebijakan HET bertujuan menjaga stabilitas dan kepastian harga beras serta keterjangkauan harga beras di tingkat konsumen melalui penetapan HET beras medium dan beras premium berdasarkan wilayah penjualan.

Esensi HET dan HPP adalah untuk memberikan insentif bagi petani padi dengan cara memberikan jaminan harga di atas harga keseimbangan (price market clearing), terutama saat panen raya.

Namun yang perlu diperhatikan oleh pemerintah adalah terkait potensi trade off antara melindungi produsen atau konsumen.

Di antara keduanya, juga terdapat pihak-pihak yang memiliki kepentingan untuk menciptakan margin keuntungan yang tinggi karena strukur pasar oligopsoni saat membeli padi dan oligopoli saat menjual beras.

Kondisi ini menimbulkan berbagai efek ikutan sehingga tujuan dari kebijakan stabilisasi harga beras menjadi tidak efektif.

Terlebih, nilai tambah pascapanen lebih banyak dinikmati oleh pedagang sehingga petani hanya menikmati 33 persen, lembaga tata niaga beras menikmati 67 persen kenaikan harga beras (Hermawan 2016).

Di samping itu, kebijakan harga melalui penyesuaian nilai HPP tak akan meningkatkan nilai tukar petani. Hal ini membuat petani padi tidak cukup memiliki insentif untuk berproduksi sehingga cenderung akan terjadi penurunan produksi beras.

Kebijakan harga beras artifisial seperti ini juga tak akan mempertahankan keterjangkauan harga beras di tingkat konsumen.

Hal ini disebabkan HET beras medium semakin tinggi sehingga mendorong harga beras medium mendekati bahkan melebihi HET beras yang baru.

Kenaikan harga beras medium juga disebabkan oleh peralihan bisnis dengan sangat mudah dari beras medium ke beras premium, karena belum adanya pengawasan yang ketat terkait klasifikasi mutu gabah dan beras.

Inilah yang dikhawatirkan bahwa penetapan HET beras yang kian tinggi akan merugikan sebagian besar rakyat Indonesia dan hanya menguntungkan segelintir pihak.

Kebijakan yang menaikkan harga beras dalam negeri di atas harga dunia cenderung meningkatkan kemiskinan.

Lebih dari separuh rumah tangga di setiap kuintil atau desil mengalami kerugian akibat kenaikan harga beras karena produksi bersih rata-rata petani cenderung selalu negatif.

Jika daya tawar petani semakin melemah dan kenaikan harga beras kian tak terkendali, bukan tidak mungkin tingkat kemiskinan semester I 2024 akan melampaui tingkat kemiskinan September 2022.

Tingkat kemiskinan bisa menyentuh 9,65-9,7 persen atau naik 0,08-0,13 persen dari tingkat kemiskinan September 2022, yakni sebesar 9,57 persen. Jika ini terjadi, maka tingkat kemiskinan ekstrem akan semakin sulit dituntaskan.

Oleh karena itu, pemerintah harus menciptakan lingkungan kebijakan yang netral di mana harga domestik beras perlu dijaga mendekati tingkat harga dunia dalam jangka panjang.

Hal ini akan memberikan sinyal harga yang tepat kepada petani tentang alokasi sumber daya untuk produksi beras, sambil memastikan bahwa mayoritas penduduk, termasuk sebagian besar penduduk miskin, tidak dirugikan oleh harga beras artifisial yang tak sesuai dengan mekanisme pasar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com