Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Iwan Murty
CEO RB Consulting

Consumer Analysts, CEO and Entrepreneur

Mengapa Berbelanja Bisa Buat Orang Indonesia Lebih Bahagia?

Kompas.com - 20/04/2023, 08:39 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Misalnya telah menabung sekian lama, mendapat promosi di tempat kerja, atau telah berhasil menumbuhkan kebiasaan positif.

Selain itu, sejak lama hasil riset mengindikasikan bahwa berbelanja bisa menjadi terapi. Sebuah studi yang diterbitkan dalam Journal of Consumer Psychology, menunjukkan bahwa berbelanja membantu orang merasa lebih bahagia secara instan—dan juga sangat berguna untuk melawan kesedihan yang berkepanjangan.

Salah satu alasannya adalah bahwa berbelanja memberikan rasa kontrol dan otonomi pribadi.

Studi lain yang diterbitkan dalam Journal of Psychology & Marketing, menemukan bahwa berbelanja memberikan "dampak positif yang bertahan lama pada suasana hati," dan tidak terkait dengan rasa menyesal atau bersalah karena pembelian spontan.

Semua hal di atas hanya akan muncul ketika kita mendapatkan pengalaman belanja yang baik. Tempat-tempat belanja harus mampu memberikan pengalaman berbelanja yang baik untuk memastikan pelanggan akan kembali lagi.

Lagi pula sekarang ini, pengalaman berbelanja yang buruk jauh akan menjadi viral dengan bantuan berbagai platform media sosial.

Beberapa waktu yang lalu saya membutuhkan sneaker baru untuk jalan-jalan. Setelah melihat-lihat ke beberapa toko, saya menemukan sepatu yang baik di satu toko.

Proses belanjanya berjalan baik dan cepat karena penjaga tokonya cukup sigap dan tahu sepatu-sepatu yang ada maupun tidak ada di toko tersebut.

Awalnya, semuanya terlihat baik-baik saja. Namun hal yang kurang mengenakkan terjadi saat akan membayarnya saya diminta untuk membayar tambahan Rp 20.000 untuk kantong kertas.

Saya kesal karena untuk saya, membeli sepatu bukan bagian dari belanja rutin yang mana sudah saya siapkan untuk membawa tas belanja sendiri. Selain merupakan barang yang bersifat hedonis, belanja sepatu juga sering kali merupakan kegiatan yang bersifat impulsif.

Menurut saya, kantong kertas seharusnya adalah bagian dari layanan, terutama karena harga sepatu sudah cukup tinggi.

Dan sebagai toko sepatu, pemilik toko itu harus paham bahwa bisnis utamanya adalah menjual sepatu dan bukan untuk mendapatkan keuntungan ekstra dari memaksa konsumen untuk membayar lebih.

Tips memahami pelanggan

Lantas, bagaimana cara kita sebagai pemasar atau pebisnis agar untuk terus “cuan” di jaman now?

Pengalaman berbelanja yang menyenangkan akan menjadi bahan pembicaraan dari mulut ke mulut yang sangat efektif. Konsumen jauh lebih percaya kepada omongan teman dan saudara daripada media apapun.

Bagaimana caranya?

Pertama, kenali siapa pelanggan kita. Pria atau wanita? Dewasa atau anak-anak?

Kedua, pahami motivasi belanja pelanggan kita. Apa yang mereka cari dari toko atau tempat usaha kita? Produk yang dibutuhkan sehari-hari? Barang-barang yang bersifat hedonis?

Ketiga, ketahui bagaimana pola berbelanja mereka. Apakah direncanakan? Dadakan? Rutin? Top up? Atau untuk memenuhi kebutuhan spesifik tertentu?

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com