JEDA, bukan berhenti. Itu pesan dari Bank Sentral Amerika Serikat, Federal Reserve (The Fed), yang pada Rabu (14/6/2023) waktu setempat menahan suku bunga acuannya (Fed rate) setelah kenaikan 10 kali berturut-turut sebelumnya.
Sebagaimana dikutip Bloomberg, The Fed ingin pendaratan yang landai untuk ekonomi Amerika Serikat setelah pandemi Covid-19. Namun, The Fed menyatakan butuh mengambil waktu dulu untuk menilai situasi saat ini.
Inflasi yang mereda, jadi salah satu landasan The Fed menjeda tren kenaikan suku bunga acuannya. Meski demikian, The Fed juga kuat mengesankan bahwa kenaikan suku bunga acuan masih niscaya terjadi lagi dalam waktu dekat, dengan argumentasi bahwa inflasi tinggi masih akan jadi masalah.
"Kami telah membahas banyak hal dan efek penuh dari pengetatan (moneter) kami belum terasa," kata Gubernur The Fed, Jerome Powell, Rabu, sebagaimana dikutip Bloomberg.
Wall Street tampaknya menangkap pesan The Fed. Rally tanpa henti saham-saham di bursa terhenti seusai pernyatan The Fed. Sebaliknya, pasar Asia menguat karena sebab yang sama.
The Fed menahan suku bunga acuan di level 5-5,25 persen. Namun, mereka memperkirakan masih akan ada dua kali kenaikan suku bunga acuan pada tahun ini.
"Kami akan melihat semua data, prospek yang berkembang, dan akan mengambil keputusan pada Juli," kata Powell dalam konferensi pers, Rabu, sebagaimana dikutip Reuters.
Dari 18 regulator di dalam Federal Open Market Committe (FOMC), 12 di antara mereka menetapkan suku bunga pada atau di atas kisaran rata-rata 5,5-5,75 persen.
Ini menurut Bloomberg memperlihatkan bahwa para pembuat kebijakan setuju pengetahan lebih lanjut masih diperlukan untuk menahan laju tekanan harga.
Powell pun mengafirmasi bahwa sebagian besar anggota FOMC mengharapkan pengetatan lanjutan. Menurut Powell, FOMC mengawasi kondisi kredit dengan hati-hati dan dampaknya pada real estate komersial yang diperkirakan akan mengalami sejumlah kerugian.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.