Potensi imported inflation pada akhir tahun akan lebih besar dan berisiko menyulut inflasi yang baru-baru ini sudah mulai melandai. Tak pelak, ini juga akan membuat tugas BI jadi makin rumit ke depan.
Sinyal hawkish yang secara terang disampaikan oleh The Fed, tentunya akan sangat memengaruhi orientasi kebijakan BI pada sisa tahun ini.
Bilamana, skenario tersebut dijalankan, maka BI harus bersiap untuk bekerja ekstra menghadapi perubahan iklim ekonomi yang sangat terdampak.
Memang, BI menegaskan bahwa keputusan suku bunga acuan adalah independen dan tidak tergantung pada keputusan bank sentral lain.
Namun mengingat posisi The Fed yang sangat krusial bagi Indonesia, maka turbulensi pada nilai tukar rupiah tak dapat dielakkan. Lebih dari itu, dana permodalan asing secara alamiah juga akan mengalami capital outflow.
Menanggapi sinyal-sinyal yang diberikan tersebut, BI diharapkan mampu mengambil stance kebijakan yang tepat dan penuh kehati-hatian.
Pasalnya, ruang gerak suku bunga sangat terbatas. Di satu sisi, respons dengan menaikkan suku bunga dapat menciptakan destabilisasi tinggi bagi ekonomi.
Lantaran fenomena yang terjadi di Indonesia sifatnya adalah musiman dan iklim investasi masih belum tumbuh sepenuhnya.
Di tengah pertumbuhan kredit perbankan yang sedang merosot dan daya beli yang kian menurun, tentunya mengerek suku bunga acuan bukanlah langkah yang bijak.
Belum lagi, ada masalah stok cadangan devisa yang semakin terkuras akibat ketidakpastian global yang tinggi.
Per Mei 2023, BI mencatat posisi cadangan devisa sebesar 139,3 miliar dolar AS. Angka tersebut terus menurun untuk dua bulan beruntun dan tercatat sebagai yang terendah sepanjang tahun ini.
Oleh sebab itu, kenaikan suku bunga tidak diperlukan di tengah sengkarutnya ekonomi saat ini.
Sementara itu, respons kebijakan dengan menurunkan suku bunga sebetulnya cukup meragukan.
Lantaran dalam kondisi ketidakpastian yang masih dominan saat ini, masyarakat tidak akan begitu berminat untuk mengakses kredit. Alhasil, tidak akan begitu ada dampak signifikan terhadap peningkatan daya beli.
Lebih jauh, penurunan suku bunga bisa memperburuk risiko capital outflow yang pada gilirannya dapat menyebabkan tekanan lebih keras pada nilai tukar dan semakin menguras cadangan devisa.