JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah dinilai berpeluang memacu hilirisasi nikel di dalam negeri jika menjadi pemegang saham pengendali di PT Vale Indonesia Tbk (INCO).
Selama ini, bijih nikel hanya mampu diolah di dalam negeri menjadi bentuk setengah jadi seperti feronikel dan nikel pig iron. Lalu produk tersebut langsung di ekspor ke negara tujuan.
Padahal, pemerintah menargetkan agar bijih nikel alias nickel ore dapat diolah di Indonesia hingga menjadi barang jadi. Salah satunya sebagai bahan utama produksi baterai.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, kesempatan pemerintah mengendalikan Vale akan berpengaruh pada integrasi antara sektor tambang nikel dengan smelter di Indonesia, khususnya melalui BUMN.
"Dengan proses tersebut (apabila pemerintah mampu mengendalikan Vale), maka akan ada integrasi yang memunculkan rantai pasok utuh dari nikel," ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (12/7/2023).
Baca juga: Hilirisasi Nikel Ditentang Eropa, Mendag: Kita Mati-matian Jadi Pusat Mobil Listrik
Saat ini, pemerintah masih menyusun rencana terkait pelepasan (divestasi) saham Vale Indonesia seiring dengan berakhirnya kontrak karya perusahaan tersebut pada 2025.
Untuk mendapatkan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) setelah berakhirnya kontrak karya, Vale Indonesia diharuskan melepas sebagian sahamnya yang kemudian akan dibeli Holding BUMN Pertambangan Mind ID.
Saat ini, MIND ID masih menguasai saham Vale Indonesia sebesar 20 persen. Sedangkan pengendali Vale Indonesia yakni Vale Canada Limited masih memegang 43,79 persen.
Sementara, Sumitomo Metal Mining Co., Ltd. memiliki saham sebesar 15,03 persen, diikuti oleh investor dengan kepemilikan di bawah 2 persen. Vale Indonesia juga telah melepas 20,37 persen sahamnya ke Bursa Efek Indonesia (BEI).
Baca juga: Catatan IMF soal Hilirisasi Nikel Indonesia: Strategi Deregulasi dan Intervensi
Saat ini, pemerintah tengah berupaya untuk menguasai Vale Indonesia dengan hak partisipasi operasional dan finansial. Kondisi ini diyakini Bhima akan memberikan dampak besar bagi penerimaan negara.
Menurutnya, proses hilirisasi nikel yang saat ini berjalan, masih belum tuntas. Mayoritas hasil pengolahan di dalam negeri masih berbentuk setengah jadi, sehingga penerimaan negara belum maksimal.
Padahal, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menugaskan penguatan hilirisasi industri pertambangan, seiring berlakunya kebijakan larangan ekspor bijih nikel sejak 1 Januari 2020.
Larangan ekspor itu pun telah meningkatkan nilai ekspor produk turunan nikel mencapai 33,8 miliar dollar AS pada 2022, di mana 14,3 miliar dollar AS di antaranya dihasilkan dari ekspor besi dan baja.
"Maka ini adalah kesempatan bagi pemerintah untuk mengintegrasikan hulu dan hilir nikel," kata Bhima.
Baca juga: MIND ID Siapkan Dana untuk Serap 14 Persen Saham Vale Indonesia
Senada, Pengamat Pertambangan Ferdy Hasiman menilai, upaya pemerintah untuk menjadi pengendali Vale akan meningkatkan kontribusi negara dalam ekosistem hilirisasi nikel.
Menurutnya, Vale Indonesia telah memegang peranan penting dalam hilirisasi nikel dengan kontribusi sebesar 24 persen dan berpotensi mengambil porsi yang lebih besar.
"Kalau (pemerintah melalui MIND ID) mampu menjadi pemegang saham pengendali Vale Indonesia, itu akan lebih baik karena dapat meningkatkan kontribusi negara dalam hilirisasi nikel," ucap Ferdy.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.