Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Anggito Abimanyu
Dosen UGM

Dosen Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Ketua Departemen Ekonomi dan Bisnis, Sekolah Vokasi UGM. Ketua Bidang Organisasi, Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia

Pertumbuhan Ekonomi Kuartal II 2023 di Atas Perkiraan

Kompas.com - 14/08/2023, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

TAHUN 2022, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diperkirakan bisa tumbuh tinggi setelah recovery pascapandemi Covid-19, ternyata cukup mengecewakan. Pertumbuhan ekonomi 2022 sebesar 5,3 persen, di bawah rata-rata negara ASEAN.

Tahun 2022, harga komoditas primer dunia mencapai puncaknya, mendorong ekspor dan investasi di Indonesia. Suku bunga juga melandai sehingga menurunkan tingkat inflasi dan memperkuat daya beli.

Namun kinerja akhir 2022, pertumbuhan ekonomi Indonesia di bawah potensi yang ada.

Tahun 2023 situasinya sedikit berbalik. Di luar dugaan konsensus pengamat yang pesimistis, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahunan pada kuartal kedua 2023 tumbuh sebesar 5,2 persen, di atas perkiraan.

Pertumbuhan ekonomi meningkat ke tingkat tertinggi dalam tiga kuartal, didukung belanja rumah tangga dan pemerintah yang kuat. Bahkan ketika ekspor melemah dengan penurunan harga komoditas.

Beberapa ekonom masih memperkirakan aktivitas akan melambat pada paruh kedua tahun ini. Ekspor kemungkinan terus turun karena melemahnya permintaan global dan bisnis berpotensi menunda investasi menjelang pemilihan umum pada Februari 2024.

Pemerintah berencana meningkatkan alokasi belanja APBN mulai kuartal ini untuk mencapai target pertumbuhan 5,3 persen untuk 2023.

Secara terpisah, Kementerian Keuangan memproyeksikan bahwa pertumbuhan PDB akan berada di sekitar 5,1 persen tahun ini, menyoroti risiko perlambatan ekonomi global yang berdampak pada ekspor dan investasi.

Hasil evaluasi perekonomian global oleh Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia di G20 India menjadi patokan konsisi pesimistis tahun 2023.

Di atas prediksi

Para ekonom memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal pertama sekitar 4,93 persen. Namun ekonomi tumbuh 5,17 persen pada kuartal April-Juni dari periode yang sama tahun sebelumnya, di atas pertumbuhan kuartal pertama 5,04 persen.

Pertumbuhan ekonomi ini masih sedikit tertahan dengan adanya kenaikan suku bunga Indonesia sebesar 225 basis poin dari Agustus 2022 hingga Januari 2023.

Konsumsi rumah tangga, yang merupakan lebih dari setengah PDB, meningkat 5,23 persen secara tahunan pada kuartal terakhir, laju tercepat sejak kuartal ketiga tahun 2022.

“Itu karena meningkatnya pengeluaran rumah tangga untuk bulan puasa dan perayaan Idul Fitri pada akhir April dan liburan sekolah pada bulan Juni," kata Badan Pusat Statistik (BPS).

Pertumbuhan investasi dan belanja pemerintah juga meningkat lebih dari dua kali lipat masing-masing menjadi 4,63 persen dan 10,62 persen, karena pemerintah mempercepat pembangunan jalan, tol dan listrik.

Sementara itu, ekspor mengalami kontraksi 2,75 persen pada triwulan II secara tahunan, sangat kontras dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang lebih dari 10 persen.

Prospek pertumbuhan PDB 2023 adalah sebesar 5,1 persen, tetapi ada sedikit optimistis kuartal kedua sebagai "tanda bahwa kegiatan ekonomi telah mencapai puncaknya".

Biasanya kuartal kedua secara musiman lebih rendah dibandingkan dengan kuartal yang lain karena meningkatkan inflasi dan belum optimalnya belanja negara.

Investasi masih tanda tanya. Investor kemungkinan akan menghentikan keputusan investasi menjelang pemilihan umum, menunjuk pada pertumbuhan pinjaman melambat mulai Juni.

Bank Indonesia sebagai pembuat kebijakan moneter tampaknya harus memfokuskan mereka dari pertumbuhan ke transaksi berjalan, karena permintaan domestik yang kuat biasanya mengarah pada peningkatan impor.

Bank Indonesia juga telah melaporkan surplus transaksi berjalan setiap triwulan dari periode Juli-September 2021, membantu rupiah berkinerja lebih baik daripada kebanyakan mata uang negara berkembang Asia lainnya terhadap dollar AS. Namun kedepan kita tetap harus waspada akan defisit transaksi berjalan.

Dengan perekonomian yang bertahan dan permintaan domestik yang tangguh dalam bayang-bayang krisis global, banyak pengamat ekonomi berpandangan bahwa Bank Indonesia akan tetap menahan suku bunga (tinggi) dan terus memprioritaskan stabilitas eksternal, dengan kemungkinan pelonggaran akhir tahun ini.

Dalam situasi sekarang ini, Pemerintah juga harus berupaya mengamankan pasokan pangan yang cukup untuk memitigasi risiko inflasi harga pangan akibat kekeringan karena El Nino.

Pertumbuhan tahun lalu sebesar 5,3 persen memang tertinggi dalam sembilan tahun terakhir. Namun, sebaiknya tidak membuat kita lengah.

Bank Indonesia memperkirakan PDB akan tumbuh di kisaran 4,5 persen hingga 5,3 persen tahun ini.

Dengan semakin tingginya ketidakpastian Pemilihan Presiden berakibat pada iklim investasi. Investor akan “wait and see”. Investasi tampaknya belum akan mengalir hingga ada kepastian pemilihan presiden.

Sementara itu, dunia masih terus dibayang-bayangi krisis akibat geopolitik, inflasi global dan perubahan iklim.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com