Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hanya "Akal-akalan" Negara Maju, Bahlil Minta Pajak Minimum Global Dikaji Ulang

Kompas.com - 20/08/2023, 14:00 WIB
Ade Miranti Karunia,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Investasi Bahlil Lahadalia meminta implementasi Global Minimum Tax (GMT) atau pajak minimum global agar dikaji kembali. Pasalnya, penerapan pajak tersebut hanya akan menguntungkan negara-negara tertentu, dalam hal ini negara maju yang daya saing investasinya lebih kuat.

Permintaan itu dia sampaikan dalam pertemuan ASEAN Economic Ministers (AEM) Meeting, di Semarang, Sabtu, (19/8/2023).

"Dengan adanya ketentuan pajak minimum global tadi maka akan mempengaruhi insentif investasi. Dari kesepakatan tadi memutuskan ini butuh kajian ulang. Jangan sampai ini diimplementasikan kemudian menguntungkan satu kelompok negara tertentu. Ini kita enggak mau," kata Bahlil dalam keterangan tertulis, Minggu (20/8/2023).

Baca juga: Ada Pajak Minimum Global, Insentif Pajak Diminta Lebih Selektif

Hanya untungkan negara maju

Menurutnya, penerapan GMT saat ini belum apple to apple antara negara maju dan berkembang. Negara maju harus membuka ruang bagi negara berkembang untuk menarik investasi untuk mencapai kemajuan.

"Kita ingin agar negara maju juga harus memberikan ruang bagi negara berkembang untuk mempercepat penyesuaian dirinya sehingga ketika penerapan pajak pendapatan global, sudah apple to apple," tegas Bahlil.

Kata Bahlil, negara berkembang saat ini masih membutuhkan pemanis untuk menarik investasi. Sehingga kebijakan perpajakan negara maju tak bisa dipukul rata dengan negara berkembang.

"Kita sekarang lagi kajian, harus ada pemanis (sweetener) lain. Jujur bahwa tidak apple to apple dong negara maju mau jadikan baseline yang sama dengan negara berkembang," ujarnya.

Baca juga: Tax Holiday Akan Berbenturan dengan Pajak Global Minimum, Apa Strategi Pemerintah?

Ganggu program hilirisasi RI

Bila pajak minimum global diterapkan terlalu dini maka akan mengganggu program hilirisasi yang sedang digalakkan Pemerintah Indonesia. Sebab, investor negara maju akan kembali berinvestasi ke negara asal mereka.

"Pajak minimum global yang 15 persen itu maka mau tidak mau negara berkembang yang lagi mendorong hilirisasi akan mengalami hambatan besar sebab pemilik modal yang punya teknologi dan menanamkan modal itu kemudian akan berinvestasi di negara mereka," ungkap Bahlil.

Kebijakan tersebut akan memaksakan negara-negara berkembang mengirimkan bahan baku ke negara-negara maju. Sehingga GMT ini tidak lebih dari akal-akalan negara-negara maju.

"Ilmu ini (akal-akalan) kita sudah paham. Jangan lagi anggap kita tak paham," ucap Bahlil.

Baca juga: Negara G20 Sepakat Pajak Minimum Korporasi Global 15 Persen Dimulai pada 2023

Menkeu dukung pengenaan pajak minimum global

Berbeda dengan Bahlil, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya justru menyebut berbagai negara kini tengah bersiap menerapkan kesepakatan pajak minimum global.

Kata Menkeu, Indonesia sejauh ini masih menggunakan insentif fiskal untuk meningkatkan daya saing investasi. Menurutnya, berbagai skema insentif fiskal tersebut juga terus diasah agar efektif menarik investasi.

"Ini yang akan menjadi salah satu fokus karena dunia sekarang juga mulai bertahap melaksanakan global taxation yang bertujuan untuk mengurangi berbagai insentif fiskal untuk mencegah race to the bottom," katanya dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR, pada Selasa (6/6/2023).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com