Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Sumarjo Gatot Irianto
Analis Kebijakan Utama Kementan

Analis Kebijakan Utama Kementerian Pertanian/Presiden Komisaris PT Berdikari (Persero)

Impor Beras: Mengapa Terus Terjadi?

Kompas.com - 29/08/2023, 12:57 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Diperburuk lagi dengan penguasaan media oleh oligarki/pemilik modal untuk menggiring opini publik tentang stok beras Bulog menipis, kemampuan serapan Bulog rendah, inflasi yang tinggi.

Rente yang sangat besar ini sangat menggiurkan penguasa, pengusaha, spekulan, dan pemburu rente.

Mengapa disparitas harga beras domestik dan internasional semakin besar? Jawaban fundamentalnya, karena pertanian Indonesia small size, tradisional, biaya tenaga kerja terus melambung, peningkatan upah minimum regional (UMR) setiap tahun, sehingga biaya produksi padi terus meningkat.

Dipastikan, Harga Pokok Produksi (HPP) padi Indonesia terus meningkat, sementara harga beras di pasar internasional “relatif tetap”.

Importasi pangan terus menerus telah mendistruksi sistem produksi pangan dan mendistorsi harga beras domestik.

Komoditas korbannya antara lain, kedelai konsumsi 90 persen diimpor, bawang putih hampir 95 persen impor.

Saat ini distruksi sistem produksi sedang mendera beras. Sejak 2019, investasi pemerintah dalam peningkatan produksi padi tidak mampu me-”leverage” peningkatan produktivitas padi nasional.

Kesimpulan ini didasarkan pada hasil analisis data produksi padi 1960-2022 menggunakan artificial neuron network.

Bukti bahwa keuntungan usaha tani padi semakin terus tergerus, bahkan untuk small scale sudah lama merugi.

Dampaknya, petani tidak melakukan inovasi teknologi produksi padi nasional, kecuali ada bantuan pemerintah dalam bentuk bansos. Setelah bansos diberhentikan, petani kembali ke pola lama.

Oleh karena terus merugi, petani memilih menjual sawahnya untuk dikonversi, dan saat itulah dimulai pemiskinan absolut secara massal dan masif.

Fenomena ini diakselerasi dengan masifnya pembangunan jalan tol yang membelah lahan subur di Jawa dan Sumatera.

Cepat dan pasti dalam jangka menengah sawah subur akan terkonversi jadi beton menjulang. Importasi beras berkelanjutan menjadi keniscayaan.

Pemerintahan harus menghentikan fenomena tersebut dengan menurunkan biaya produksi at all cost melalui disrupsi teknologi sektor pertanian.

Jika teknologi produksi padi dapat didisrupsi secara masif, cepat dan murah, maka dipastikan akan ada lompatan produksi dan keuntungan usaha padi nasional, bahkan bisa mencapai kedaulatan pangan dan ekspor.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com