Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pramono Dwi Susetyo
Pensiunan

Pemerhati masalah kehutanan; penulis buku

Cadangan Pangan Nasional yang Menggelisahkan

Kompas.com - 12/09/2023, 13:05 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Dalam diskusi yang membahas dampak El Nino pada produksi beras oleh Perhimpunan Agronomi Indonesia pada Juli 2023 di Bogor, Jawa Barat, terungkap surplus beras Indonesia terus menurun.

Data yang disampaikan Direktur Serealia Kementan M. Ismail Wahab memperlihatkan jika pada 2018 ada surplus beras 4,37 juta ton, pada 2022 surplus hanya 1,34 juta ton.

Data juga menunjukkan rata-rata produktivitas padi stagnan hanya di kisaran 5 ton per hektare.

Produktivitas yang stagnan berhadapan dengan kenaikan jumlah penduduk, konsumsi beras yang masih tinggi, dan konversi lahan sawah produktif untuk perutukan non pangan.

Guru Besar Fakultas Pertanian IPB University, Dwi Andreas Santosa, Rabu (23/8/2023), menilai target ketersediaan beras sebesar 46,84 juta ton pada 2024 kurang realistis. Hal ini disebabkan produksi beras 2015-2022 sudah stagnan dan cenderung turun 0,21 persen per tahun.

Produksi beras nasional rata-rata sebanyak 31 juta ton per tahun. Jika ditambah dengan surplus beras akhir tahun, stok yang ada di masyarakat, swasta dan Perum Bulog, rata-rata ketersediaan beras nasional sekitar 35 juta ton.

Tantangan dan solusi

Tantangan hari ini adalah menjaga kecukupan dan ketersediaan pangan guna menghadapi dampak El Nino.

Pemerintah daerah bersama Perum Bulog harus berhasil mengumpulkan beras dari petani meskipun Indonesia telah mendatangkan 1,3 juta ton beras dari Thailand dan Vietnam pada Juli 2023.

Penganekaragaman sumber karbohidarat selain beras, nampaknya perlu mulai direalisaikan secara konkret dan dalam skala luas. Pemerintah daerah di tingkat kabupaten, sudah harus mulai mengupayakan bahan pangan lain yang diproduksi lokal dan lebih tahan kekeringan.

Sumber karbohidrat seperti jagung, sagu, cantel dan singkong perlu tersedia dalam jumlah cukup dan dapat dilempar ke konsumen tatkala dibutuhkan di pasaran.

Perdagangan antarwilayah dijaga terbuka dan lancar. Bersamaan dengan itu, perlu penjelasan mengenai nilai gizi dan gengsi bahan pangan nonberas.

Di sisi lain, seiring kebutuhan pangan terus meningkat, modernisasi sektor pertanian menjadi suatu keharusan untuk meningkatkan produktivitas hasil pertanian.

Selain itu, modernisasi sektor pertanian dinilai dapat memberikan daya tarik bagi generasi muda dalam rangka regenerasi petani. Upaya modernisasi merupakan bentuk inovasi demi meningkatkan produktivitas ditengah keterbatasan lahan dan keterbatasan sumberdaya petani.

Dalam jangka menengah dan panjang perlu strategi serta kebijakan yang lebih mendalam, matang dan serius lagi menghadapi masalah ketersediaan pangan menghadapi perubahan iklim dan pertambahan penduduk.

Produksi dan distribusi pangan dunia mulai berubah dan pasti akan mempengaruhi Indonesia sebagai salah satu pengimpor pangan.

Guna menghadapi perubahan iklim yang masif, pemerintah mengacu pada rancangan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045.

Beberapa strategi pembangunan berketahanan iklim disiapkan untuk sektor pertanian. Pemerintah dalam hal Bappenas akan menerapkan smart agriculture, pengembangan daya saing sumber daya manusia lokal, serta menguatkan sistem intensifikasi padi.

Selain itu, untuk menjawab perubahan iklim dilakukan melalui penerapan pertanian adatif rendah karbon. Juga memodernisasi pembibitan varietas baru yang tahan kekeringan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com