Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengusaha Nilai Cukai Rokok Jadi 10 Persen Terlalu Tinggi

Kompas.com - 19/12/2023, 22:09 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) menilai, kenaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) untuk rokok sebesar 10 persen pada 2024 terlalu tinggi.

Ketua Umum Gaprindo Benny Wachjudi mengatakan, kenaikkan tarif CHT tersebut akan berdampak pada penurunan produksi rokok.

"Kami berpendapat bahwa kenaikan cukai 10 persen terlalu tinggi pada saat ini akibatnya produksi rokok legal turun," kata Benny saat dihubungi Kompas.com, Selasa (19/12/2023).

Baca juga: Ada Pasal Tembakau di RPP Kesehatan, Ini Dampaknya Menurut Asosiasi Pabrik Rokok

Ilustrasi rokok. FREEPIK/FREEPIK Ilustrasi rokok.

Benny juga memprediksi industri rokok tahun depan tidak akan terlalu bagus, mengingat maraknya peredaran rokok ilegal.

"Terjadi pergeseran ke rokok ilegal. Dan penurunan diperkirakan akan mencapai 2 sampai 5 persen tergantung segmen dan golongannya," ujarnya.

Lebih lanjut, Benny mengatakan, pemerintah mestinya memahami bahwa industri rokok memegang peran penting dalam penyerapan tenaga kerja dan penerimaan negara.

Karenanya, ia menyarankan kebijakan dan roadmaps industri rokok selama 20 tahun ke depan dilakukan secara bertahap.

Baca juga: Setoran ke Negara Berkurang, Pengusaha Minta Pemerintah Tinjau Rencana Kenaikan Cukai Rokok

"Jangan seperti sekarang ini ketika Covid-19, sedang memuncak pada tahun 2020, cukai naik 23 persen. Artinya juga perlu ada kepastian berusaha," ucap dia.

Sebelumnya, pemerintah memutuskan untuk menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) untuk rokok sebesar 10 persen pada 2023 dan 2024.

Ilustrasi rokok. iStockphoto/Altayb Ilustrasi rokok.

Hal itu disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani saat memberikan keterangan usai mengikuti rapat bersama Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, pada Kamis (3/11/2022).

"Kenaikan tarif CHT pada golongan sigaret kretek mesin (SKM), sigaret putih mesin (SPM), dan sigaret kretek pangan (SKP) akan berbeda sesuai dengan golongannya," ujar Sri Mulyani dilansir dari siaran pers Sekretariat Presiden.

Baca juga: HMSP Dukung Upaya Berantas Rokok Ilegal

“Rata-rata 10 persen, nanti akan ditunjukkan dengan SKM I dan II yang nanti rata-rata meningkat antara 11,5 hingga 11,75 (persen), SPM I dan SPM II naik di 12 hingga 11 persen, sedangkan SKP I, II, dan III naik 5 persen,” jelasnya.

Selain itu, kata Sri Mulyani, Presiden Jokowi juga meminta agar kenaikan tarif tidak hanya berlaku pada CHT, tetapi juga rokok elektrik dan produk hasil pengolahan hasil tembakau lainnya (HPTL).

Untuk rokok elektrik, lanjut dia, kenaikan tarif cukai akan terus berlangsung setiap tahun selama lima tahun ke depan.

“Hari ini juga diputuskan untuk meningkatkan cukai dari rokok elektronik yaitu rata-rata 15 persen untuk rokok elektrik dan 6 persen untuk HTPL. Ini berlaku, setiap tahun naik 15 persen, selama 5 tahun ke depan,” katanya.

Baca juga: Peralihan Konsumsi Rokok hingga Larangan Ekspor Mineral Jadi Tantangan Penerimaan Kepabeanan dan Cukai 2024

Dalam penetapan CHT, pemerintah menyusun instrumen cukai dengan mempertimbangkan sejumlah aspek mulai dari tenaga kerja pertanian hingga industri rokok.

Di samping itu, pemerintah juga memperhatikan target penurunan prevalensi perokok anak usia 10-18 tahun menjadi 8,7 persen yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024.

Pertimbangan selanjutnya, yaitu mengenai konsumsi rokok yang menjadi konsumsi rumah tangga terbesar kedua setelah beras. Bahkan, konsumsi tersebut melebihi konsumsi protein seperti telur dan ayam.

“Yang kedua mengingat bahwa konsumsi rokok merupakan konsumsi kedua terbesar dari rumah tangga miskin yaitu mencapai 12,21 persen untuk masyarakat miskin perkotaan dan 11,63 persen untuk masyarakat pedesaan," katanya.

Baca juga: Bakal Ada Larangan Jual Rokok Eceran, Gimana Nasib Pedagang Kaki Lima?

"Ini adalah kedua tertinggi setelah beras, bahkan melebihi konsumsi protein seperti telur dan ayam, serta tahu, tempe yang merupakan makanan-makanan yang dibutuhkan oleh masyarakat,” jelas Sri Mulyani.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com