JAKARTA, KOMPAS. com - Maraknya model pembiayaan atau pinjaman saat ini dengan konsep "Buy Now Pay Later" menimbulkan julukan tersendiri. Di Amerika Serikat, "Buy Now Pay Later" dijuluki sebagai "Ghost Debt" atau "Utang Hantu".
Julukan tersebut banyak diperbincangkan karena menjadi salah satu masalah keuangan yang cukup sulit diselesaikan.
Dikutip dari CNBC, Senin (8/1/2024), beberapa ahli menyebut "Buy Now Pay Later" juga sulit untuk dilacak, sehingga lebih mudah bagi konsumen untuk mengambil risiko itu.
Baca juga: Pay Later Tidak Lebih Baik dari Kartu Kredit, Mengapa?
Menurut data belanja online terbaru Adobe, selama periode liburan, penggunaan pembayaran cicilan mencapai titik tertinggi sepanjang masa, atau naik 14 persen dari tahun ke tahun.
Wells Fargo mencatat "Buy Now Pay Later" saat ini dinilai menjadi salah satu kategori kredit dengan pertumbuhan tercepat dalam pembiayaan konsumen.
Ekonom senior di Wells Fargo Tim Quinlan mengatakan, "Ghost Debt" dapat diartikan bahwa masyarakat berada dalam posisi yang lebih sulit.
Baca juga: Peringatan OJK soal Maraknya Pay Later: Jangan Beli Barang Konsumtif Pakai Utang
“Karena tidak ada pusat penyimpanan untuk memantaunya, pertumbuhan "Ghost Debt" ini dapat berarti bahwa tingkat total utang rumah tangga sebenarnya lebih tinggi dibandingkan utang konvensional,” kata Quinlan.
Quinlan mengatakan, karena pembiayaan melalui "Buy Now Pay Later" tidak dilaporkan ke lembaga pelaporan kredit besar, sehingga menjadi tantangan bagi pemberi pinjaman untuk mengetahui berapa banyak pinjaman yang dimiliki konsumen.