JAKARTA, KOMPAS.com - Untuk dapat mencapai pertumbuhan ekonomi Indonesia minimal 6 persen, dibutuhkan dukungan dari pertumbuhan penyaluran kredit hingga 20 persen.
Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listiyanto mengungkapkan, data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan pertumbuhan kredit baru berkisar 9 persen.
"Atau hanya separuh dari pertumbuhan yang kita perlukan," kata dia dalam diskusi publik INDEF, Kamis (21/12/2023).
Baca juga: Proyeksi Isu Ekonomi Debat Cawapres 22 Desember, dari Pertumbuhan Ekonomi sampai Penerimaan Pajak
Eko menambahkan, pertumbuhan ekonomi yang menyentuh 6 persen dalam membuat Indonesia lepas dari jebakan negara dengan pendapatan menengah atau middle-income trap.
Eko menyoroti kurangnya likuiditas untuk dapat menyokong pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai target yang dikejar.
"Laju kredit tidak cukup untuk menopang cita-cita pada calon presiden (capres) ini," imbuh dia.
Lebih lanjut, Eko menjelaskan alasan pertumbuhan ekonomi Indonesia seolah-olah mentok di angka 5 persen.
Baca juga: Jelang Debat Cawapres, Ekonom Minta Kandidat Bahas Target Pertumbuhan Ekonomi
Investasi yang ditunjukkan dengan Incremental Capital Output Ratio (ICOR) disebut mahal. Biaya logistik dan birokrasi juga termasuk dalam indikator yang menghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Termasuk birokrasinya yang juga belum bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme," imbuh dia.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya