Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komersialisasi dan Kepastian, Masalah "Klasik" Pengembangan Panas Bumi yang Harus Diatasi Bersama

Kompas.com - 20/01/2024, 14:00 WIB
Aprillia Ika

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) Julfi Hadi mengatakan masalah yang dihadapi oleh pengembangan panas bumi di tanah air yakni komersialisasi dan kepastian.

Masalah tersebut kata Julfi tidak berubah dan berkutat pada masalah yang itu saja dari dulu. Bahkan hingga saat ini, berbagai upaya yang sudah ditempuh belum bisa memberikan hasil yang optimal.

"Masalah komersialisasi dan kepastian. Kebijakan harus pas untuk kurangi risiko panas bumi," ujar Jufli dalam webinar “Strategi Penciptaan Nilai Panas Bumi sebagai Langkah Mendukung Net Zero Emission 2060” yang digelar Reforminer Institute, Senin (15/1/2024) lalu.

Untuk itu API kini memiliki pendekatan baru sehingga bisa meminimalkan berbagai kendala tersebut.

Pertama, adalah kolaborasi yang wajib dilakukan antara badan usaha serta stakeholders lain seperti pemerintah.

Kedua, adalah business model yang perlu diperbarui kemudian, penggunaan teknologi sehingga mampu mempercepat Commercial of Date (CoD) proyek panas bumi.

Baca juga: Pengembangan Panas Bumi Jadi Pekerjaan Rumah buat RI, DEN Sebut Strategi Monetisasinya

Ketiga, ada pengembangan secondary product seperti hidrogen.

Keempat, mengatasi isu affordability. Selama ini, lanjut Julfi, isu affordabilit ini sudah banyak insentif yang dibahas, tapi bukan baru, ini sudah ada dari dulu.

Ia melanjutkan, API mengambil sudut pandang ada kebijakan transisi, teknologi, secondary product, harus didorong, business model update harus terjadi teknologi apa yang bisa lebih cepat, yang bisa secondary product.

“Kolaborasi dengan pemerintah PLN bicara mana insentif paling perlu. Pemerintah serius tapi harus duduk bersama," jelas Jufli.

Baca juga: Potensi Panas Bumi Melimpah, Pemanfaatan Baru 12,5 Persen

Upaya penciptaaan nilai panas bumi di RI

Wakil Ketua Komisi VII DPR Edy Soeparno mengatakan, hingga akhir 2021 teridentifikasi 356 lokasi panas bumi di seluruh Indonesia yang membentang mulai dari Pulau We di ujung Barat hingga Pulau Papua di ujung Timur.

Lokasi tersebut merupakan hasil-hasil penyelidikan geologi, geokimia, geofisika dan pengeboran, yang telah dilakukan oleh Pemerintah maupun Badan Usaha.

Rincian distribusi daerah panas bumi di Indonesia adalah sebagai berikut: Pulau Sumatra (101 lokasi), Pulau Jawa (75 lokasi), Pulau Bali (6 lokasi), Kepulauan Nusa Tenggara (34 lokasi), Pulau Kalimantan (14 lokasi), Pulau Sulawesi (90 lokasi), Kepulauan Maluku (33 lokasi) dan Papua (3 lokasi).

Hasil rekapitulasi dan pemutakhiran neraca sumber daya dan cadangan panas bumi hingga bulan Desember tahun 2021 diperoleh total sumber daya sebesar 23.356,9 MWe dengan cadangan sekitar 14.131,9 Mwe.

Baca juga: Ini 4 Tantangan Pengembangan Panas Bumi di Indonesia

 

Menurut dia, panas bumi adalah salah satu EBT yang potensial dan memiliki peran penting/strategis dalam mendukung transisi dan ketahanan energi masa depan.

Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030, terlihat peran strategis panas bumi, dimana penambahan kapasitas pembangkit listrik dari panas bumi masuk “tiga besar” dengan proyeksi penambahan sebanyak 3.355 MW.

Dalam RUEN 2025 dan berdasarkan target bauran EBET sebesar 23 persen di tahun 2025, pengembangan PLTP memiliki porsi sekitar 7 persen dari total target atau setara dengan 7,2 GW.

Dengan target capaian kapasitas terpasang PLTP tahun 2023 sebesar 2,37 GW tersebut, diperlukan upaya pengembangan proyek PLTP sebesar 4,8 GW untuk mencapai target 7,2 GW di tahun 2025.

“Artinya progress pengembangan PLTP masih sangat lambat, padahal PLTP diharapkan menjadi salah satu backbone kelistrikan masa depan yang berasal dari sumber energi bersih,” ujar Eddy.

Upaya penciptaan nilai panas bumi di Indonesia, lanjut Eddy, dapat dilakukan melalui penyiapan skema insentif atau pengaturan tarif yang mempertimbangkan keekonomian proyek PLTP.

Edy mencontohkan nilai keekonomian proyek panas bumi global di bawah 10 sen dollar AS per kWh), sedangkan di Indonesia di kisaran 10 - 13 sen dollar AS per kWh.

Baca juga: Kembangkan Potensi Panas Bumi, Pertamina Geothermal Energy Bangun PLTP Lumut Balai Unit 2

Sebagai informasi, Indonesia adalah negara yang dilntasi cicin api dunia sehingga banyak gunung api aktif di dunia. Ini merupakan karunia tersendiri karena menyimpan banyak cadangan panas bumi, bahkan negara dengan cadangan panas bumi terbesar di dunia. Namun hingga kini pengembangannya masih belum maksimal karena berbagai faktor.

Berdasarkan proyeksi bauran energi dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) penggunaan panas bumi adalah sebesar 5 persen. Ini tentu angka besar mengingat kebutuhan energi yang terus tumbuh dan besar di masa yang akan datang.

Satya Widya Yudha, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), mengatakan dengan proyeksi sebesar itu sementara realisasi penggunaan pannas bumi baru 3.000 Megawatt (MW) dari total potensi mencapai 24.000 MW, ada banyak pekerjaan yang menanti pemerintah dan para stakeholder.

Karena itu, perlu ada penetrasi untuk akselereasi kemampuan Indonesia dalam implementasi panas bumi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com