Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mata Garuda Banten
Perkumpulan Alumni Beasiswa LPDP di Provinsi Banten

Perkumpulan alumni dan awardee beasiswa LPDP di Provinsi Banten. Kolaborasi cerdas menuju Indonesia emas 2045.

Menakar Kesiapan Indonesia Menuju "Halal Beauty 2026"

Kompas.com - 30/01/2024, 15:40 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Iim Karimah dan Muhammad Hidayat*

KESADARAN wanita Indonesia dalam memilih produk kecantikan yang aman digunakan kini semakin meningkat.

Salah satu kriteria aman tersebut adalah produk yang mengandung bahan alami, berkualitas, terdaftar pada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dan tentunya bersertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) (Sari, 2016).

Hal tersebut diketahui berdasarkan survei yang diadakan brand kecantikan Marina. Pada awal 2016, Marina mengadakan riset yang melibatkan 1.188 wanita Indonesia berusia 15 hingga 35 tahun.

Hasil riset menunjukkan, 97 persen responden mengaku bahwa produk kecantikan yang memiliki sertifikasi halal MUI serta nomor BPOM adalah hal yang penting demi menjamin keamanan.

Dari riset tersebut juga diketahui bahwa produk kecantikan halal harus mengandung bahan-bahan alami dan bisa digunakan dalam jangka waktu panjang (Sari, 2016).

Sesuai Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, kosmetik menjadi produk yang wajib disertifikasi halal.

Semua produk kosmetik wajib bersertifikat halal paling lambat 17 Oktober 2026. Adapun alasan mengapa produk kosmetik harus bersertifikat halal karena produk ini digunakan di bagian tubuh atau diaplikasikan ke permukaan kulit pengguna.

Menurut Halal Audit Quality Board Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) MUI, Dr. Ir. Hj. Mulyorini Rahayuningsih Hilwan, M.Sc, penggunaan kosmetik bisa berpeluang masuk ke dalam tubuh atau tertelan (internal uses cosmetics), misalnya lipstik atau lipbalm.

Kosmetik juga dapat memengaruhi keabsahan wudhu (external uses cosmetics) umat Muslim, contohnya cat rambut, decorative cosmetics yang waterproof, dan lainnya. Selain itu, bahan penyusun kosmetik dan prosesnya wajib ditelusuri kehalalannya.

Mulyorini di acara webinar virtual dalam rangka Road to Show Indonesia Halal Industry & Islamic Finance Expo 2023 dengan Tema “Persiapan Industri Kosmetika Menghadapi Wajib Halal” di Jakarta menambahkan bahwa proses sertifikasi halal tersebut akan bermanfaat apabila Indonesia akan mengekspor bahan atau produk ke negara-negara tertentu di luar negeri yang mempersyaratkan kehalalan (Dream.co.id, 2023).

Di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam, produk halal tentunya merupakan kebutuhan (Geminida, 2018).

Hal ini tak terkecuali pada produk-produk kecantikan sehingga ada istilah "halal beauty". Secara definisi, "halal beauty" merujuk pada produk-produk kecantikan, baik itu makeup, skincare, bodycare atau haircare yang proses pembuatannya sesuai dengan ajaran agama Islam (Evan, 2022).

Di atas sudah dibahas sedikit mengenai kriteria produk kecantikan yang halal. Untuk lebih jelasnya, berikut adalah kriteria suatu produk kecantikan yang masuk kategori halal dari segi bahan.

Pertama, bahan tidak berasal dan mengandung babi atau turunannya. Kedua, bahan bukan merupakan khamar (jenis minuman yang memabukkan) dan tidak mengandung khamar.

Ketiga, bahan bukan merupakan darah dan tidak mengandung darah, bangkai, dan bagian dari tubuh manusia.

Keempat, bahan tidak boleh dihasilkan dari fasilitas produksi yang juga digunakan untuk membuat produk menggunakan babi atau turunannya sebagai salah satu bahannya.

Kelima, bahan hewani harus berasal dari hewan halal. Untuk hewan sembelihan, maka harus dilakukan penyembelihan sesuai dengan syariah Islam yang dibuktikan dengan sertifikat halal MUI, atau dari lembaga yang diakui MUI, atau dengan cara audit langsung oleh LPPOM.

Terakhir, bahan tidak boleh menutup kulit atau istilahnya "wudhu friendly" (Geminida, 2018).

Selanjutnya, kalau dilihat dari sisi produk, kriteria yang pertama adalah merk atau nama produk tidak boleh menggunakan nama yang mengarah pada sesuatu yang diharamkan atau ibadah yang tidak sesuai dengan syariah Islam.

Kedua, karakteristik produk tidak boleh memiliki kecenderungan bau atau rasa yang mengarah pada produk haram atau yang telah dinyatakan haram berdasarkan fatwa MUI.

Ketiga, produk eceran atau retail dengan merk sama yang beredar di Indonesia harus didaftarkan seluruhnya untuk sertifikasi dan tidak boleh jika hanya didaftarkan sebagian saja (Geminida, 2018).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com