Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Arip Muttaqien
Akademisi, Peneliti, dan Konsultan

Doktor ekonomi dari UNU-MERIT/Maastricht University (Belanda). Alumni generasi pertama beasiswa LPDP master-doktor. Pernah bekerja di ASEAN Secretariat, Indonesia Mengajar, dan konsultan marketing. Saat ini berkiprah sebagai akademisi, peneliti, dan konsultan. Tertarik dengan berbagai topik ekonomi, pembangunan berkelanjutan, pembangunan internasional, Asia Tenggara, monitoring-evaluasi, serta isu interdisiplin. Bisa dihubungi di https://www.linkedin.com/in/aripmuttaqien/

Indonesia Menuju Keanggotaan OECD

Kompas.com - 05/03/2024, 14:16 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PADA 20 Februari 2024, Dewan Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD Council) memutuskan mulai negosiasi Indonesia untuk bergabung dengan OECD.

Kata Mathias Cormann, Sekretaris Jenderal OECD, keputusan ini sangat bersejarah buat OECD. Pasalnya, Indonesia dikenal sebagai negara demokrasi nomor tiga terbesar di dunia dan pemimpin ekonomi di Asia Tenggara.

Ini menandai kali pertama negara dari Asia Tenggara melakukan langkah besar untuk bergabung dengan OECD.

Organisasi ini pertama kali dibentuk pada 1948 dengan nama Organisasi Kerja Sama Ekonomi Eropa (OEEC) sebagai sarana koordinasi pembangunan Eropa setelah Perang Dunia Kedua.

OEEC juga menjadi kanal utama untuk menyalurkan bantuan dari Amerika Serikat dan Kanada melalui Marshall Plan.

Pada 1961, OEEC bertransformasi menjadi OECD, dengan Amerika Serikat dan Kanada resmi bergabung sebagai anggota.

Dari 20 negara pendiri pada saat itu, jumlah anggota OECD kini telah berkembang menjadi 38 negara, mencakup wilayah Eropa, Amerika Utara, Amerika Latin, serta Asia dan Pasifik.

Hubungan antara Indonesia dan OECD sudah terjalin sejak lama. Mulai 2007, OECD telah menetapkan Indonesia sebagai salah satu mitra strategisnya, bersama negara-negara besar lain seperti Tiongkok, India, Afrika Selatan, dan Brasil.

Kemudian, pada 2009, Indonesia memperkuat keterlibatannya dengan bergabung dalam Pusat Pembangunan OECD (OECD Development Centre).

Ini merupakan langkah penting bagi Indonesia untuk berkontribusi dan memanfaatkan wadah ini serta mengembangkan pengetahuan tentang kebijakan inovatif yang bertujuan mempercepat proses pembangunan.

Pada 2012, Indonesia menjadi negara mitra strategis pertama OECD yang meneken Kesepakatan Kerangka Kerjasama (Framework of Cooperation Agreement), dilanjutkan dengan penandatanganan Perjanjian Hak Istimewa dan Kekebalan (Privileges and Immunities Agreement) pada 2013.

Pada 2014, Indonesia juga berperan aktif mendukung dan memimpin Program Regional Asia Tenggara OECD, yang memperkuat posisi strategis Indonesia di kawasan. Lebih lanjut, pada 2015, OECD membuka kantor regional Asia Tenggara di Jakarta.

Terakhir, pada 2022, Indonesia memperbarui Kesepakatan Kerangka Kerjasama yang akan berlaku selama lima tahun.

Bersamaan dengan itu, Program Kerjasama OECD-Indonesia 2022-2025 juga diperkenalkan yang mencakup empat area kerja sama.

Pertama, mendorong kebijakan makroekonomi yang solid, kepatuhan pajak, dan tata kelola pemerintahan yang baik. Kedua, meningkatkan iklim bisnis dan memanfaatkan digitalisasi.

Ketiga, mengembangkan sumber daya manusia melalui kebijakan inklusif. Terakhir, mendukung pembangunan berkelanjutan.

Tantangan dalam proses aksesi

Tidak ada batas waktu tertentu proses negosiasi menjadi anggota penuh OECD. Berdasarkan pengalaman berbagai negara, waktu yang dibutuhkan bisa bervariasi, rata-rata antara 2 hingga 5 tahun.

Namun beberapa negara seperti Republik Ceko, Hungaria, dan Korea Selatan berhasil menyelesaikan prosesnya dalam waktu kurang dari 2 tahun.

Sementara itu, Slowakia, Kolombia, dan Kosta Rika memerlukan waktu lebih dari 5 tahun untuk negosiasi.

Kerangka Pertimbangan Calon Anggota (Framework for the Consideration of Prospective Members) menjadi acuan Dewan OECD dalam proses negosiasi.

Saat ini, selain Indonesia, terdapat enam negara lain yang sedang dalam tahap negosiasi sejak tahun 2022, yaitu Argentina, Brasil, Bulgaria, Kroasia, Peru, dan Romania.

Langkah selanjutnya, Sekretaris Jenderal OECD akan menyusun Peta Jalan Aksesi (Accession Roadmap) sebagai panduan untuk negosiasi.

Peta Jalan ini perlu mendapat persetujuan dari Dewan OECD di pertemuan berikutnya. Setiap negara menjalani proses aksesi yang berbeda dan independen.

Peta Jalan Aksesi ini akan menguraikan secara detail proses aksesi Indonesia, termasuk evaluasi mendalam oleh lebih dari 20 komite teknis dari berbagai bidang.

Evaluasi ini bertujuan menilai kesesuaian Indonesia dengan standar, kebijakan, dan instrumen legal OECD.

Akibat dari proses ini, mungkin diperlukan beberapa perubahan dalam legislasi untuk memenuhi standar OECD.

Pada akhir proses, setiap komite akan memberikan pendapat resmi kepada Dewan OECD. Keputusan final akan dikeluarkan oleh Dewan OECD.

Kecepatan Indonesia bergabung dengan OECD tergantung pada seberapa cepat Indonesia dapat memenuhi semua persyaratan yang diminta OECD.

Sampai sekarang, Indonesia belum memiliki Peta Jalan Aksesi sendiri. Untuk membandingkan, kita bisa lihat Peta Jalan Aksesi dari negara lain.

Pada 2022, Pertemuan Dewan Menteri OECD menyetujui lima Peta Jalan Aksesi untuk Brasil, Bulgaria, Kroasia, Peru, dan Romania. Sementara itu, Peta Jalan Aksesi untuk Argentina dijadwalkan akan dipresentasikan ke Dewan OECD pada Mei 2024.

Menilik lima Peta Jalan Aksesi yang sudah ada, secara umum akan dilakukan assesmen terhadap enam area kebijakan: (1) reformasi struktural, (2) keterbukaan perdagangan dan investasi, (3) pertumbuhan inklusif, (4) tata Kelola pemerintahan, (5) lingkungan, keanekaragaman hayati, dan iklim, (6) digital, dan (7) infrastruktur.

Antara 24 hingga 26 komite teknis dibentuk untuk mengevaluasi kesiapan setiap negara. Komite-komite ini mencakup berbagai bidang seperti investasi, tata kelola, finansial, fiskal, lingkungan, regulasi, statistik, pendidikan, kesehatan, ekonomi digital, kompetisi, pertanian, dan banyak lagi.

Setiap komite bertugas menilai dua aspek utama berdasarkan standar yang ada. Pertama adalah kemauan dan kemampuan setiap negara untuk menerapkan instrumen hukum OECD.

Kedua, evaluasi terhadap kebijakan dan praktik di setiap negara, dibandingkan dengan praktik umum OECD.

Potensi dampak bergabung OECD

Mengukur manfaat langsung dari bergabung dengan OECD terlihat kompleks dan dampaknya sering kali baru terlihat dalam jangka panjang. Namun, ada beberapa potensi keuntungan yang bisa dibahas.

Bergabung dengan OECD mengisyaratkan bahwa negara tersebut sudah memenuhi standar kualifikasi yang ditetapkan.

Melihat dari keragaman komite teknis dalam Peta Jalan Aksesi negara lain, investasi yang masuk diperkirakan bisa meningkat.

Label OECD sering menjadi faktor penting bagi investor, walaupun tidak menjadi satu-satunya pertimbangan.

Contohnya, setelah Meksiko dan Chili bergabung dengan OECD pada 1994 dan 2010, investasi asing ke kedua negara tersebut meningkat.

Di saat yang sama, Brasil juga mengalami peningkatan investasi asing, meskipun belum menjadi anggota OECD.

Peningkatan investasi asing ini memunculkan pertanyaan: Apakah hanya keanggotaan OECD yang memengaruhinya? Seberapa besar dampak langsung dari menjadi anggota OECD terhadap peningkatan investasi?

Terakhir, salah satu manfaat positif dari proses aksesi adalah perbaikan di enam area kebijakan, sesuai dengan Peta Jalan Aksesi.

Ini menunjukkan tren global menuju adaptasi standar internasional, yang tidak hanya meningkatkan posisi Indonesia secara global, tapi juga diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com