Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Nuri Taufiq
Pegawai Negeri Sipil

Statistisi di Badan Pusat Statistik

Tak Cukup dengan Penurunan Kemiskinan Ekstrem

Kompas.com - 27/05/2024, 08:18 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Artinya masih ada angka 8,24 persen merupakan penduduk yang berstatus tidak miskin ekstrem, tetapi masih termasuk dalam kelomopok penduduk miskin.

Secara series dalam satu dekade terakhir, terjadi lonjakan peningkatan penduduk yang berstatus tidak miskin ekstrem, tetapi masih termasuk dalam kelompok penduduk miskin, yaitu dari 5,07 persen menjadi 8,24 persen atau meningkat sekitar 1,5 kali lipat.

Kelompok penduduk ini merupakan penduduk yang secara ekonomi rentan untuk terjatuh dalam kemiskinan ekstrem, namun mereka juga belum bisa keluar dari jurang kemiskinan.

Dalam laporan terakhir dari World Bank melalui laporan yang berjudul Poverty & Equity Brief East Asia & Pacific yang dirilis April 2024, angka kemiskinan ekstrem yang disajikan sudah menggunakan batas kemiskinan ekstrem terbaru.

Batas yang digunakan dalam laporan tersebut adalah sebesar 2,15 dollar AS (2017 Purchasing Power Parity) per kapita per hari. Batas ini naik dari sebelumnya yang sebesar 1,90 dollar AS (2011 Purchasing Power Parity).

Dengan batas ini, tercatat pada 2023, angka kemiskinan ekstrem adalah sebesar 1,88 persen. Lebih tinggi 0,76 poin persen jika dibandingkan dengan angka dengan menggunakan batas sebelumnya.

Meskipun demikian, dalam sepuluh tahun terakhir, World Bank mencatat pola yang hampir sama juga terjadi jika dibandingkan dengan ukuran kemiskinan ekstrem yang lama.

Dengan menggunakan batas baru, pada periode 2014 – 2023, kemiskinan ekstrem mampu turun 7,38 poin persen dari 9,26 persen menjadi 1,88 persen. Penurunan ini lebih cepat dibandingkan dengan penurunan batas yang lama sebesar 5,06 poin persen.

Namun demikian, sama halnya dengan batas lama, kondisi kerentanan kemiskinan ekstrem dengan batas baru ini ternyata juga mengalami peningkatan.

Terjadi peningkatan penduduk yang berstatus tidak miskin ekstrem, tetapi masih termasuk dalam kelompok penduduk miskin, yaitu dari 1,99 persen pada 2014 menjadi 7,48 persen pada 2023, atau naik lebih dari 3,5 kali lipatnya.

Perlu inovasi

Angka kemiskinan di Indonesia memang masih cukup tinggi. Namun, hingga kini berbagai macam program penanggulangan kemiskinan belum cukup efektif untuk mengatasinya.

Sejumlah PR menanti Presiden dan Wakil Presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming dalam menurunkan tingkat kemiskinan.

Salah satunya, jarak yang cukup lebar antara capaian tingkat kemiskinan tahun 2023 yang sebesar 9,36 persen, dengan target angka kemiskinan dalam RPJMN 2020-2024 sebesar 6,5-7,5 persen.

Demikian halnya dengan angka kemiskinan ekstrem. Meskipun mampu turun 5,06 poin persen dalam satu dekade terakhir, tetapi mereka belum sepenuhnya keluar dari jurang kemiskinan.

Pemerintah berkomitmen menekan angka kemiskinan serendah-rendahnya. Namun, dari dulu hingga sekarang kecenderungan penanganannya belum banyak berubah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com