Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Nuri Taufiq
Pegawai Negeri Sipil

Statistisi di Badan Pusat Statistik

Tak Cukup dengan Penurunan Kemiskinan Ekstrem

Kompas.com - 27/05/2024, 08:18 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Selain akurasi data pensasaran program yang problematik, salah satu yang menjadi sorotan adalah kebijakan program bantuan sosial yang bersifat one-size-fits-all atau bagi rata.

Padahal pada kenyataanya terdapat perbedaan biaya hidup antardaerah, perbedaan daya beli masyarakat, disparitas kebutuhan hidup antarwilayah, dan masalah kerentanan yang juga berbeda-beda.

Sebagai contoh adalah program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) yang merupakan salah satu program pemerintah untuk membantu kebutuhan masyarakat kurang mampu.

BPNT 2024 dicairkan setiap dua bulan sekali dalam satu tahun. Setiap bulannya, penerima program ini akan mendapatkan uang tunai senilai Rp 200.000 per bulan.

Sepanjang 2024 akan ada 6 tahap penyaluran bantuan. Oleh karena itu, dalam satu kali pencairan, penerima program akan menerima uang sebesar Rp 400.000.

Indeks manfaat program BPNT yang sebesar Rp 200.000 per bulan ini akan sama nominalnya untuk seluruh penerima manfaat, tanpa memerhatikan adanya indeks biaya hidup antarwilayah di Indonesia yang berbeda-beda.

Mengutip dari situs Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional pada 20 Mei 2024, misalnya, rata-rata harga beras di Kota Jayapura adalah Rp 17.150 per kg, sementara di Kabupaten Wonogiri sebesar Rp 13.600 per kg.

Dengan indeks manfaat program yang sama antara Kota Jayapura dan Kabupaten Wonogiri tentu akan memberikan efektivitas berbeda dalam penanganan kemiskinan.

Uang Rp 200.000 di Wonogiri bisa mendapatkan sekitar 14,70 kg beras. Sementara di Jayapura hanya akan bisa mencapatkan 11,67 kg beras.

Perlu inovasi kebijakan pengentasan kemiskinan maupun kemiskinan ekstrem yang paripurna. Kebijakan yang tidak hanya untuk memenuhi dokumen target-target pencapaian pembangunan, namun juga komprehensif sampai ke akar masalah.

Indonesia memang hampir mengentaskan kemiskinan ekstrem, namun masih menyisakan penduduk yang secara ekonomi masih rentan untuk terjatuh kembali dalam miskin ekstrem.

Mereka sangat rentan dengan berbagai guncangan, baik guncangan ekonomi maupun non-ekonomi. Bahkan ke depan guncangan non-ekonomi disinyalir akan semakin meningkat akibat dampak dari perubahan iklim.

Ke depan jika tidak ada inovasi untuk mengatasi kemiskinan, bukan tidak mungkin pencapaian kesejahteraan hanya menjadi keberhasilan sesaat yang bersifat semu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com