Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat Sebut Ekonomi Indonesia Terdampak Tren Pelemahan Permintaan Global

Kompas.com - 19/06/2024, 15:40 WIB
Agustinus Rangga Respati,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ekonomi Indonesia sedang menghadapi tekanan. Sekurang-kurangnya hal tersebut terlihat dari adanya tren penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah yang berada dalam tren pelemahan.

Ekonom sekaligus Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menjelaskan, ekonomi domestik memang terpengaruh oleh pelemahan permintaan global. Namun demikian, pengaruh permintaan global tersebut disebut tidak signifikan terhadap ekonomi Indonesia.

"Salah satu contohnya adalah pelemahan permintaan untuk industri tekstil dan produk tekstil (TPT) yang menyebabkan kelesuan di industri TPT, bahkan sampai ada pemutusan hubungan kerja (PHK)," kata dia kepada Kompas.com, Rabu (19/6/2024).

Baca juga: Ini Ramalan Terbaru Bank Dunia terhadap Ekonomi Indonesia 2024-2025

Ia menegaskan, kondisi global tersebut memang berpengaruh, meskipun porsi ekspor-impor Indonesia tidak begitu tinggi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Di sisi lain, Nailul menegaskan, fondasi ekonomi Indonesia juga tidak menunjukkan hal yang baik. Hal itu dapat dilihat dari beberapa indikator seperti Incremental Capital Output Ratio (ICOR), maupun penyerapan tenaga kerja per pertumbuhan ekonomi.

"Industri yang terus turun porsinya juga mempengaruhi kondisi ekonomi kita," imbuh dia.

Hal itu berdampak pada ekonomi Indonesia yang hanya akan tumbuh dalam angka yang relatif sama saja jika tidak mengalami perubahan dalam berbagai indikator.

"Pertumbuhan ekonomi akan tertahan di 5 persen, tidak akan jadi negara maju ketika Indonesia emas 2045. Bahkan lebih jauh lagi, tenaga kerja tidak akan terserap oleh pasar," terang dia.

Lebih lanjut, Nailul beranggapan, ekonomi Indonesia saat ini memang membutuhkan kebijakan penyelesaian fundamental ekonomi seperti masalah korupsi maupun inefisiensi ekonomi.

"Mulai dari penyelesaian korupsi sektor publik hingga perbaikan pasar sektor swasta. Reindustrialisasi wajib dilakukan untuk menyerap tenaga kerja lebih banyak," tandas dia.

Baca juga: Dollar AS Melemah, Rupiah Kembali ke Level Rp 16.300

Sebagai informasi, dalam sebulan terakhir Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami pelemaham sekitar 6,4 persen. Pelemahan ini juga turut memengaruhi harga saham.

Sebagai contoh, saham big caps di sektor perbankan, yakni PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) tergelincir 4,4 persen dalam sebulan. Selain itu, emiten milik Prajogo Pangestu, PT Barito Renewable Energy Tbk (BREN) merosot 16,8 persen dalam sebulan

Dalam waktu yang bersamaan, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS tengah berada dalam tren depresiasi.

Kurs mata uang Garuda telah menembus level psikologis Rp 16.400 per dollar AS.

Sejumlah pengamat memproyeksi, depresiasi rupiah masih berlanjut dalam jangka waktu menengah. Hal ini seiring dengan ketidakpastian pasar keuangan yang tetap tinggi sehingga mendongkrak indeks dollar AS dan menekan kurs mata uang lain, termasuk rupiah.

Baca juga: IHSG Ambles 6,4 Persen dalam Sebulan, Investor Harus Bagaimana?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com