Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Proses Akuisisi Muamalat oleh BTN Tidak Berlanjut karena Beda Visi?

Kompas.com - 02/07/2024, 19:00 WIB
Agustinus Rangga Respati,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kabar batalnya aksi korporasi berupa merger antara unit usaha syariah (UUS) PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk dan PT Bank Muamalat Indonesia Tbk kian santer berembus.

Direktur Infrastruktur Ekosistem Syariah Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) Sutan Emir Hidayat menilai batalnya aksi merger tersebut antara lain karena ketidaksamaan visi dari keduabelak pihak.

“Meski masih terdengar sayup sayup, tampaknya rumors tersebut (BTN batal akuisisi) memang benar adanya. Saat melakukan due diligence, kedua pihak mungkin merasa tidak memiliki visi yang sama dan akhirnya memilih strategi berbeda,” kata dia dalam keterangannya, Selasa (2/7/2024).

Visi yang dimaksud sebut Emir, terkait dengan strategi pengembangan bank syariah hasil merger. BTN mungkin akan membawa bisnis model yang sangat fokus pada ekosistem perumahan, sementara banyak pihak berharap Bank Muamalat melanjutkan strategi yang sudah dirintis oleh para pendirinya.

Baca juga: Rombak Pengurus, Ini Susunan Terbaru Direksi dan Komisaris Bank Muamalat

Emir mencium gelagat batalnya akuisisi ketika Muhammadiyah menyuarakan pentingnya Bank Muamalat untuk berdiri sendiri, bukan menjadi bagian dari keluarga BUMN. Masukan tersebut mungkin membuat para pihak menjadi gamang untuk melangkah lebih jauh.

“Ini merupakan hal yang wajar. Tidak semua due diligence harus berakhir dengan merger dan akuisisi. Apapun keputusannya, kami tentu mengapresiasi selama keputusan tersebut didasari pertimbangan yang sangat matang. Yang penting semangatnya tetap sama yakni demi kemajuan industri keuangan syariah negeri ini,” katanya.

Mengutip pernyataan Anwar Abbas, salah satu tokoh Muhammadiyah, keberadaan “bank milik umat” perlu dipertahankan untuk kemaslahatan bersama sekaligus merawat warisan para pendirinya yang sudah bersusah payah menjaga Muamalat.

“Dengan beberapa pertimbangan, ide untuk memergerkan Bank Muamalat dan BTN Syariah sebaiknya tidak dilanjutkan,” kata Anwar yang juga Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu beberapa waktu lalu.

Dia mengungkapkan, di tengah-tengah persaingan dunia perbankan di Indonesia yang berpenduduk mayoritas muslim, sebaiknya tetap ada bank swasta milik umat Islam.

Ia berharap dalam menangani masalah Bank Muamalat perlu pendekatan yang tidak hanya murni mempergunakan hitung-hitungan ekonomi dan bisnis saja.

"Kita juga harus bisa memperhatikan dan mempertahankan sejarah, maksud dan tujuan dari mendirikan bank ini yaitu kita ingin umat Islam punya bank yang berdasarkan prinsip syariah," imbuh dia.

Baca juga: OJK Belum Terima Permohonan Resmi Merger BTN Syariah dan Bank Muamalat


Baca juga: Penyaluran Kredit BTN Rp 348,40 Triliun per Mei 2024

Lebih lanjut ia bilang, bank syariah milik umat tersebut diharapkan akan dapat membantu ekonomi umat, terutama usaha-usaha yang berada di kelompok UMKM, usaha kecil, mikro, dan ultra mikro.

Pasalnya kelompok usaha tersebut saat ini jumlahnya mencapai 99 persen dari seluruh pelaku usaha di negeri ini.

"Yang oleh sistem perbankan yang ada secara sistemik telah termarginalkan," sebut Anwar.

Sebagai informasi, hingga 31 Maret 2024, aset BTN Syariah telah menyentuh Rp 54,8 triliun. Jumlah tersebut tumbuh 17,9 persen secara tahunan (year-on-year).

Hal ini membuat unit usaha syariah (UUS) BTN tersebut sudah harus melakukan spin off atau pemisahan diri dari perusahaan induknya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com