Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diduga Batal Merger, Pakar: BTN Syariah dan Bank Muamalat Beda Visi

Kompas.com - 02/07/2024, 17:30 WIB
Agustinus Rangga Respati,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kabar mengenai batalnya akuisisi PT Bank Muamalat Indonesia oleh PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) makin berembus kencang.

Beberapa sumber di kalangan ekonom dan pelaku pasar menyebutkan kabar tersebut hampir mendekati kenyataan. Beredar kabar kedua pihak sulit mencapai kata sepakat sehingga memilih melanjutkan agendanya sendiri.

Direktur Infrastruktur Ekosistem Syariah Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) Sutan Emir Hidayat mengatakan, BTN kembali fokus menyapih unit usaha syariah (UUS) sebagaimana perintah Undang Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) terhadap UUS yang asetnya sudah melampaui 50 persen dari nilai aset induk untuk berdiri sendiri atau menjadi Bank Umum Syariah.

Baca juga: OJK Restui Rencana Merger 2 Anak Usaha BCA Bidang Pembiayaan Otomotif

Sementara itu, Bank Muamalat melanjutkan agenda konsolidasi dan mencari partner strategis antara lain melalui initial public offering (IPO).

“Meski masih terdengar sayup sayup, tampaknya rumor tersebut (BTN batal akuisisi) memang benar adanya. Saat melakukan due diligence, kedua pihak mungkin merasa tidak memiliki visi yang sama dan akhirnya memilih strategi berbeda,” kata dia dalam keterangan resmi, Selasa (2/7/2024).

Ia menambahkan, visi yang dimaksud terkait dengan strategi pengembangan bank syariah hasil merger.

BTN mungkin akan membawa bisnis model yang sangat fokus pada ekosistem perumahan. Di sisi lain, banyak pihak berharap Bank Muamalat melanjutkan strategi yang sudah dirintis oleh para pendirinya.

Selain itu, Emir menduga ada sejumlah kendala teknis yang proses penyelesainnya membutuhkan waktu cukup lama, seperti masalah akad kredit nasabah eksisting atau struktur pemegang saham Muamalat itu sendiri.

“Kalau hambatannya terlalu banyak, mungkin berpisah adalah pilihan terbaik. Karena, jika terus dipaksakan, malah hasilnya bisa tidak bagus untuk semuanya,” imbuh dia.

Baca juga: OJK Belum Terima Permohonan Resmi Merger BTN Syariah dan Bank Muamalat

 


Emir mencium gelagat batalnya akuisisi ketika organisasi kemasyarakatan (ormas) Muhammadiyah menyuarakan pentingnya Bank Muamalat untuk berdiri sendiri, bukan menjadi bagian dari keluarga BUMN. Masukan tersebut diduga membuat para pihak menjadi gamang untuk melangkah lebih jauh.

“Ini merupakan hal yang wajar. Tidak semua due diligence harus berakhir dengan merger dan akuisisi. Apapun keputusannya, kami tentu mengapresiasi selama keputusan tersebut didasari pertimbangan yang sangat matang. Yang penting semangatnya tetap sama yakni demi kemajuan industri keuangan syariah negeri ini,” tutup dia.

Sebagai informasi, hingga 31 Maret 2024, aset BTN Syariah telah menyentuh Rp 54,8 triliun. Jumlah tersebut tumbuh 17,9 persen secara tahunan (year-on-year).

Hal ini membuat unit usaha syariah (UUS) BTN tersebut sudah harus melakukan spin off atau pemisahan diri dari perusahaan induknya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kementerian ESDM Ungkap Sulitnya Kembangkan Energi Panas Bumi

Kementerian ESDM Ungkap Sulitnya Kembangkan Energi Panas Bumi

Whats New
Pemerintah Masih Bahas Wacana Produk China Dikenakan Bea Masuk 200 Persen

Pemerintah Masih Bahas Wacana Produk China Dikenakan Bea Masuk 200 Persen

Whats New
Indodana Targetkan Panen Transaksi di Jakarta Fair 2024

Indodana Targetkan Panen Transaksi di Jakarta Fair 2024

Whats New
Pembangunan Rampung Tahun Ini, Kemenhub akan Operasikan Terminal Tipe A Demak Dan Air Sebakul Pada 2025

Pembangunan Rampung Tahun Ini, Kemenhub akan Operasikan Terminal Tipe A Demak Dan Air Sebakul Pada 2025

Whats New
Ekonom Minta Prabowo-Gibran Tak Belanja Ugal-ugalan, Ada Apa?

Ekonom Minta Prabowo-Gibran Tak Belanja Ugal-ugalan, Ada Apa?

Whats New
Utang Jatuh Tempo Rp 3.745 Triliun, Ekonom: Imbangi dengan Kapasitas Penerimaan Negara!

Utang Jatuh Tempo Rp 3.745 Triliun, Ekonom: Imbangi dengan Kapasitas Penerimaan Negara!

Whats New
Sampah di Daerah Bisa Diolah Jadi Biomassa untuk Cofiring PLTU

Sampah di Daerah Bisa Diolah Jadi Biomassa untuk Cofiring PLTU

Whats New
IHSG dan Rupiah Menguat pada Penutupan Perdagangan Hari Ini

IHSG dan Rupiah Menguat pada Penutupan Perdagangan Hari Ini

Whats New
YLKI Dorong Pemerintah Sosialisasi Aturan Baru Pelabelan Risiko BPA pada Air Galon Bermerek

YLKI Dorong Pemerintah Sosialisasi Aturan Baru Pelabelan Risiko BPA pada Air Galon Bermerek

Whats New
FiberStar Jadi Mitra Starlink di Indonesia

FiberStar Jadi Mitra Starlink di Indonesia

Rilis
Sukses Manfaatkan Teknologi Pintar, Berikut Kisah UMKM Pemenang HP x Jagoan Lokal Smart Bergema

Sukses Manfaatkan Teknologi Pintar, Berikut Kisah UMKM Pemenang HP x Jagoan Lokal Smart Bergema

BrandzView
Apindo: Restrukturisasi Pascamerger TikTok-Tokopedia Hal Wajar

Apindo: Restrukturisasi Pascamerger TikTok-Tokopedia Hal Wajar

Whats New
Faisal Basri Pertanyakan Pendapatan Negara dari Pembentukan 'Family Office'

Faisal Basri Pertanyakan Pendapatan Negara dari Pembentukan "Family Office"

Whats New
Seret WNA Singapura, Akademisi Fakultas Hukum UI Soroti Proses Hukum Kontroversial Kasus Pailit Ahli Waris Krama Yudha

Seret WNA Singapura, Akademisi Fakultas Hukum UI Soroti Proses Hukum Kontroversial Kasus Pailit Ahli Waris Krama Yudha

Whats New
BSI International Expo 2024 Catat Potensi Transaksi Rp 110,25 Miliar, Terbesar dari Mesir

BSI International Expo 2024 Catat Potensi Transaksi Rp 110,25 Miliar, Terbesar dari Mesir

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com