Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Serukan Perang Dagang dengan AS, India Bisa Rugi Sendiri?

Kompas.com - 18/06/2019, 19:18 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Penulis

Sumber CNN

NEW DELHI, KOMPAS.com - Akhir pekan lalu, India mengumumkan pengenaan tarif terhadap produk-produk asal Amerika Serikat (AS), memicu memanasnya ketegangan perdagangan kedua negara. Namun, keputusan tersebut dipandang bisa merugikan India sendiri.

Dilansir dari CNN, Selasa (18/6/2019), pengenaan tarif terhadap 28 jenis produk asal AS termasuk kacang almond, apel, dan sejumlah bahan kimia berlaku efektif pada Minggu (16/6/2019) lalu. Pemerintah India menyatakan kebijakan tersebut merupakan balasan atas kebijakan tarif yang diberlakukan AS terhadap produk baja dan aluminium India.

"Keputusan India untuk membalas dengan menaikkan tarif adalah strategi yang salah perhitungan. Arah kebijakan negosiasi perdagangan India yang keras terhadap AS tersebut akan memberikan kerugian ketimbang manfaat," kata Priyanka Kishore, kepala ekonom India di Oxford Economics.

Baca juga: Perang Dagang, India Naikkan Tarif untuk Produk-produk Asal AS

Sama seperti China, India mencatat surplus neraca perdagangan terhadap AS. Artinya, India lebih banyak mengekspor produk ke AS ketimbang mengimpor.

Nilai ekspor India ke AS mencapai 54 miliar dollar AS pada tahun 2018 lalu. Sementara itu, impor dari AS tercatat mencapai 33 miliar dollar AS.

"Jika AS memilih merespon dengan menerapkan tarif balasan terhadap ekspor produk padat karya seperti batu mulia, perhiasan dan tekstil, atau menekan (perusahaan) layanan TI, maka ini akan menyebabkan kerusakan terhadap outlook ekonomi (India)," terang Kishore.

Presiden AS Donald Trump berulang kali menyoroti defisit neraca perdagangan AS terhadap India. Trump juga menyoroti tingginya tarif yang diterapkan India terhadap produk sepeda motor dan alkohol dari AS.

Baca juga: India Diminta Buka Akses Besar untuk Perusahaan AS, Buat Apa?

Baru-baru ini, pemerintah AS menghapus India dari daftar program perdagangan preferensial, lantaran banyak keluhan dari industri medis dan peternakan AS. Program ini membebaskan produk-produk India senilai 6 miliar dollar AS dari bea masuk ke AS.

Pengenaan tarif oleh India terhadap produk AS disebut lantaran India memegang kartu as Negeri Paman Sam. Kalangan bisnis AS mengincar besarnya pasar India, khususnya industri ritel yang besar dan 600 juta pengguna internet yang memikat raksasa seperti Amazon, Facebook, Google, dan Walmart.

Namun, India tidak memiliki kekuatan serang balik yang besar seperti China. Negeri Tirai Bambu tersebut telah menerapkan tarif untuk produk-produk AS dan mengancam bakal memasukkan perusahaan-perusahaan asing ke daftar hitam.

"Jika (ketegangan perang dagang AS dan India) meningkat, maka kita tidak akan memiliki posisi negosiasi seperti yang dinikmati China. Kita selalu memiliki kesempatan untuk menarik kembali, jika itu nantinya akan memengaruhi kepentingan kita di masa mendatang," tutur Rajat Kathuria, direktur Indian Council for Research on International Economic Relations.

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km/Jam, Perjalanan Terlambat

Ada Hujan Lebat, Kecepatan Whoosh Turun hingga 40 Km/Jam, Perjalanan Terlambat

Whats New
BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

BTN Buka Kemungkinan Lebarkan Bisnis ke Timor Leste

Whats New
[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

[POPULER MONEY] Respons Bulog soal Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun | Iuran Pariwisata Bisa Bikin Tiket Pesawat Makin Mahal

Whats New
KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat Gara-gara Hujan Lebat

KCIC Minta Maaf Jadwal Whoosh Terlambat Gara-gara Hujan Lebat

Whats New
Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Cara Pinjam Uang di Rp 5 Juta di Pegadaian, Bunga, dan Syaratnya

Earn Smart
Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Kemenkeu Akui Pelemahan Rupiah dan Kenaikan Imbal Hasil Berdampak ke Beban Utang Pemerintah

Whats New
Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Prudential Laporkan Premi Baru Tumbuh 15 Persen pada 2023

Whats New
Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Bulog Siap Pasok Kebutuhan Pangan di IKN

Whats New
Pintu Perkuat Ekosistem Ethereum di Infonesia

Pintu Perkuat Ekosistem Ethereum di Infonesia

Whats New
BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

BTN Syariah Cetak Laba Bersih Rp 164,1 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Pegadaian Bukukan Laba Bersih Rp 1,4 Triliun pada Kuartal I 2024

Pegadaian Bukukan Laba Bersih Rp 1,4 Triliun pada Kuartal I 2024

Whats New
Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun, Bulog Tunggu Arahan Pemerintah

Program Makan Siang Gratis Butuh 6,7 Ton Beras Per Tahun, Bulog Tunggu Arahan Pemerintah

Whats New
BTN Cetak Laba Bersih Rp 860 Miliar pada Kuartal I 2024

BTN Cetak Laba Bersih Rp 860 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah dari Sawah Hasil Teknologi Padi China

Bulog Siap Jadi Pembeli Gabah dari Sawah Hasil Teknologi Padi China

Whats New
Bulog Baru Serap 633.000 Ton Gabah dari Petani, Dirut: Periode Panennya Pendek

Bulog Baru Serap 633.000 Ton Gabah dari Petani, Dirut: Periode Panennya Pendek

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com