JAKARTA, KOMPAS.com - Asosiasi produsen Baja Lapis Aluminium Seng (BJLAS) mengeluhkan soal maraknya serbuan impor baja dari China dan Vietnam.
Direktur Eksekutif Indonesia Zinc Aluminium Steel Industries (IZASI), Maharany Putri menilai bisnis baja flat dalam negeri kian terpuruk dengan sejumlah regulasi yang dinilai tidak memihak pengusaha lokal.
“Peningkatan kapasitas produksi nasional dengan melalui ekspansi investasi maupun investasi baru pun akhirnya percuma jika permintaan tersebut lari ke impor," ujar Maharany dalam keterangan tertulisnya, Senin (9/9/2019).
Maharany menjelaskan, tingkat pertumbuhan konsumsi baja di Indonesia menempati peringkat pertama dari Negara ASEAN sejak tahun 2017 dan mengalami pertumbuhan sebesar 6,6 persen pada 2018.
Namun, peningkatan permintaan sektor konstruksi tersebut justru diiringi dengan peningkatan impor baja dari Cina dan Vietnam.
Baca juga : China Bakal Terapkan Bea Masuk Anti-Dumping untuk Produk Baja RI
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), peningkatan impor BJLAS terjadi sejak tahun 2013 dan naik signifikan pada tahun 2017, 2018.
Diduga, pemicunya karena harga BJLAS impor lebih murah 40 persen di bawah harga BJLAS lokal.
Rendahnya harga jual baja impor dimungkinkan karena banyaknya subsidi pemerintah dari negara pengekspor. Pengalihan kode tarif barang yang berimbas kepada perbedaan bea masuk, tersedia dan dapat diaksesnya fasilitas perjanjian dagang bilateral atau multilateral.