Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jakarta Terindikasi Rentan Terkena Likuifaksi

Kompas.com - 21/11/2019, 14:40 WIB
Elsa Catriana,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Secara umum, kondisi geografis dan geologis Indonesia yang berada di lempeng Pasifik, lempeng Eurasia dan Indo-Australia, menyebabkan konsekuensi tingginya ancaman bencana dan bahaya di Indonesia, salah satunya bencana likuifaksi.

Likuifaksi merupakan fenomena meluluhnya massa tanah akibat guncangan gempa yang menyebabkan tanah kehilangan kekuatannya.

Kepala Sub-Bidang Evaluasi Geologi Teknik Kementerian ESDM Ginda Hasibuan menjelaskan, ada beberapa penyebab terjadinya likuifaksi di Indonesia.

Pertama, dari aspek seismisitas yang meliputi adanya potensial guncangan gempa di suatu daerah dan percepatan tanah puncak.

Kedua, dari aspek geologi yang meliputi adanya endapan kuarter dan adanya tanah berpasir yang halus dan berseragam. Ketiga, adanya aspek air tanah yang ditunjang oleh kedalaman muka air tanah.

Baca juga: Badan Geologi ESDM: Belum Ada Teknologi yang Bisa Ramalkan Gempa

"Berdasarkan data kami, peta 100:1.000, Jakarta memiliki kerentanan terjadinya likuifaksi, tapi ini masih menggunakan data regional, belum lokal. Jadi potensi secara detailnya belum bisa kami pastikan," ujar Ginda di Jakarta, Kamis (21/11/2019).

Pasalnya, Jakarta merupakan daerah yang berpotensi terjadinya gempa.

Berdasarkan besaran gempa, studi literatur dan penelitian Badan Geologi mengatakan, besaran gempa yang menyebabkan terjadinya likuifaksi berada di angka 6 skala Richter.

Namun, dalam arti walaupun besaran angka gempa kecil, tetapi tingkat ketebalan tanah dan endapan kuarter yang tidak sanggup menopang, likuifaksi bisa saja terjadi.

Ginda juga menjelaskan, ketika bencana tsunami yang menghantam Aceh tidak terlihat likuifaksinya karena disapunya oleh gelombang tsunami dan belum didorongnya bukti-bukti yang realis.

"Kami tidak menemukan adanya likuifaksi di sana karena disapu oleh tsunami dan semua orang fokus sama tsunaminya," jelasnya.

Baca juga: Begini Citra Satelit Likuifaksi Tanah di Petobo

Sementara mengenai pencegahannya, Ginda menjelaskan, pihaknya masih terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat.

Pemerintah dalam waktu dekat ini masih mencoba dan sedang mengusahakan sosialisasi untuk menyebarkan informasi ke masyarakat dengan harapan semua stakeholder bisa bekerja sama.

"Informasi dan pengetahuan tentang likuifaksinya dulu kami tanamkan, kami sosialisasikan. Baru sama-sama kami kerja sama mencari cara pencegahan atau penanggulangannya," jelas Ginda.

Ginda juga mengatakan, pihaknya saat ini sudah memiliki atlas mengenai daerah mana yang berpotensi terkena likuifaksi. Dalam atlas itu terdapat semua keterangan mengenai daerah, mulai dari titik merah yang merupakan daerah potensi, kuning daerah hati-hati, dan hijau daerah aman.

"Untuk mengetahui daerah atlas itu, siapa pun bisa melihat dan men-download-nya melalui website http://bit.ly/2O2OZhF dan http://bit.ly/37fyypX. aya berharap semuanya, entah siapa pun, bisa bersinergi dengan kami untuk menyosialisasikan dan kita cari tahu bersama mengatasi atau penanggulangannya," tutupnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Penuhi Kebutuhan Listrik EBT Masa Depan, PLN Bidik Energi Nuklir hingga Amonia

Penuhi Kebutuhan Listrik EBT Masa Depan, PLN Bidik Energi Nuklir hingga Amonia

Whats New
LPPI Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1-S2, Simak Persyaratannya

LPPI Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1-S2, Simak Persyaratannya

Work Smart
Jadi 'Menkeu' Keluarga, Perempuan Harus Pintar Atur Keuangan

Jadi "Menkeu" Keluarga, Perempuan Harus Pintar Atur Keuangan

Spend Smart
Emiten Perdagangan Aspal SOLA Bakal IPO dengan Harga Perdana Rp 110 Per Saham

Emiten Perdagangan Aspal SOLA Bakal IPO dengan Harga Perdana Rp 110 Per Saham

Whats New
Data Terbaru, Utang Pemerintah Turun Jadi Rp 8.262,10 Triliun

Data Terbaru, Utang Pemerintah Turun Jadi Rp 8.262,10 Triliun

Whats New
Bank Mandiri Genjot Transaksi 'Cross Border' Lewat Aplikasi Livin’

Bank Mandiri Genjot Transaksi "Cross Border" Lewat Aplikasi Livin’

Whats New
Kuartal I Ditopang Pemilu dan Ramadhan, Bagaimana Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ke Depan?

Kuartal I Ditopang Pemilu dan Ramadhan, Bagaimana Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ke Depan?

Whats New
Berikut Daftar Tiga Pabrik di Indonesia yang Tutup hingga April 2024

Berikut Daftar Tiga Pabrik di Indonesia yang Tutup hingga April 2024

Whats New
Pabrik Sepatu Bata Tutup, Kemenperin: Kami Bingung...

Pabrik Sepatu Bata Tutup, Kemenperin: Kami Bingung...

Whats New
Ada Gangguan Persinyalan, Perjalanan KRL Lintas Bogor Terlambat 10-33 Menit Pagi Ini

Ada Gangguan Persinyalan, Perjalanan KRL Lintas Bogor Terlambat 10-33 Menit Pagi Ini

Whats New
Pertagas: Budaya Keselamatan Kerja Bukan soal Mematuhi Aturan, tapi Rasa Bertanggung Jawab

Pertagas: Budaya Keselamatan Kerja Bukan soal Mematuhi Aturan, tapi Rasa Bertanggung Jawab

Whats New
Investasi Reksadana adalah Apa? Ini Pengertian dan Jenisnya

Investasi Reksadana adalah Apa? Ini Pengertian dan Jenisnya

Work Smart
Harga Emas Terbaru 7 Mei 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 7 Mei 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Pengusaha Sepatu Sulit Dapat Bahan Baku Berkualitas gara-gara Banyak Aturan Impor

Pengusaha Sepatu Sulit Dapat Bahan Baku Berkualitas gara-gara Banyak Aturan Impor

Whats New
Kurs Rupiah di 5 Bank Besar Indonesia

Kurs Rupiah di 5 Bank Besar Indonesia

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com