HARGA telur terus naik. Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, per 23 Agustus 2022, harga telur ayam ras di tingkat eceran mencapai Rp 31.000/kg atau naik sekitar 2,9 persen dibandingkan seminggu sebelumnya dan naik sekitar 6,1 persen dibandingkan sebulan sebelumnya.
Ini membuat banyak pihak bertanya-tanya, apa sebenarnya penyebab harga bahan pokok ini melonjak tinggi.
Tingginya HPP peternak berkisar Rp 21.000- Rp 22.000/kg, dipengaruhi tingginya harga bahan baku pakan (sekitar 65 persen dari HPP), baik yang berasal dari dalam negeri seperti jagung.
Maupun bahan baku asal impor seperti soy bean meal (bungkil kedelai) dan meat bone meal (tepung tulang dan daging).
HPP tersebut kemudian memengaruhi harga jual pada tingkat peternak dalam kondisi normal berkisar Rp 22.000 - Rp 24.000/kg, yang kemudian berakibat pada harga eceran telur ayam ras yang seyogyanya berada pada kisaran Rp 27.000 - Rp 28.000 per kg.
Sementara itu, karakteristik industri pangan kecil memiliki daya tahan rendah. Mereka hanya mampu membeli bahan baku harian, ada yang mingguan, tidak memiliki inventory stock.
Adapun perusahaan besar memiliki perencanaan sebulan kedepan. Termasuk kontrak jangka panjang sampai akhir tahun.
Kalangan pengusaha menilai kondisi itu tidak lepas dari mahalnya biaya produksi dari para peternak.
Harga telur terus naik ditengarai karena semakin melonjaknya permintaan telur, sedangkan stok telur terbatas.
Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan meminta agar masyarakat tidak meributkan kenaikan harga telur ayam.
Pemerintah melalui Badan Pangan Nasional menyebutkan kenaikan harga telur saat ini karena sedang mencari keseimbangan (ekuilibrium) sebagai akibat kenaikan pada beberapa variabel biaya.
Banyak variabel yang membuat harga telur mengalami kenaikan. Salah satunya yang juga memberi kontribusi besar, yakni biaya transportasi.
Apalagi telur bukan komoditi yang tahan lama. Yang pasti harga telur tidak mungkin untuk kembali ke harga Rp 19.000 hingga Rp 20.000 per kilogram karena bakal mematikan peternak.
Kemungkinan banyak yang menjawab peternak/petani yang paling diuntungkan dengan melambungnya harga komoditas kelompok bahan pangan bergejolak (volatile food) tersebut.
Secara logika memang bisa dipahami bahwa semakin tinggi lonjakan harga suatu komoditas, maka ada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan produsen.
Jadi dalam kaitan melonjaknya harga beberapa komoditas pangan akhir-akhir ini seharusnya petani/peternaklah yang paling diuntungkan.
Namun yang terjadi pada usaha pertanian/peternakan rakyat, tidak selamanya mengikuti logika tersebut.