Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Eko Supriatno
Dosen

Pengamat Sosial Politik, Dosen Fakultas Hukum dan Sosial Universitas Mathla’ul Anwar Banten.

 

Galau Harga Telur

Kompas.com - 30/08/2022, 15:23 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Kondisi itu berimbas pada rendahnya harga di tingkat peternak hingga di bawah harga pokok produksi (HPP). Namun ironisnya, para konsumen harus membeli dengan harga yang sangat mahal.

Memicu lonjakan inflasi

Pemerintah seharusnya mewaspadai kenaikan harga bahan pokok yang memicu lonjakan inflasi. Komoditas pangan yang diwaspadai karena mengalami kenaikan harga saat ini adalah bawang dan telur ayam ras.

Kenaikan harga pangan memiliki kontribusi yang besar dalam peningkatan inflasi nasional. Misal, 30 dari 34 provinsi di dalam negeri memiliki angka inflasi lebih besar dari angka inflasi nasional sebesar 4,9 persen pada kuartal II-2022.

Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional atau PIHPSN mendata rata-rata nasional harga telur ayam hari ini kembali mencetak rekor tertinggi senilai Rp 31.300 per kilogram.

Berdasarkan data PIHPSN, rata-rata nasional harga telur ayam tidak pernah menembus angka Rp 31.000, setidaknya sejak 2018.

Ironisnya, para peternak telur tidak menikmati madu dari lonjakan harga tersebut. Harga tinggi itu lebih banyak dinikmati oleh para pedagang dan pengepul.

Secara kasat mata nilai tambah peningkatan produktivitas usaha tani justru lebih banyak dinikmati oleh para pelaku nonusaha ternak.

Lebih jauh lagi kondisi ini berimplikasi makin tertinggalnya tingkat pendapatan riil petani/peternak dari para pelaku nonusaha ternak.

Kondisi memprihatinkan ini terjadi salah satunya karena kebijakan pemerintah yang kurang berpihak kepada para pelaku utama usaha peternakan atau pertanian. Petani dan peternak selalu dihadapkan pada dua kekuatan eskploitasi ekonomi.

Pada pasar faktor produksi, mereka dibiarkan berhadapan dengan kekuatan monopolistis, sedangkan saat menjual hasil produksi dihadapkan pada kokohnya tembok monopsonistis.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda
28th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com