Oleh: Nika Halida Hashina dan Ristiana D. Putri
KOMPAS.com - Persaingan untuk mendapatkan pekerjaan membuat siapa pun melakukan berbagai cara untuk bisa menempati posisi tertentu. Termasuk salah satunya adalah menggunakan koneksi “orang dalam”.
Banyak pro-kontra mengenai hal ini, namun masuk kerja karena koneksi orang dalam sudah menjadi rahasia umum. Padahal pekerja yang dibawa oleh orang dalam hingga bos perusahaan itu sendiri, tidak dapat menjamin kualitas yang dia miliki.
Sayangnya, hal ini sudah menjadi rahasia umum akan ketidakadilan yang dinormalisasi. Jalan pintas untuk mendapatkan pekerjaan ini dibahas dalam audio drama siniar Obrolan Meja makan berjudul “Bos Rekrut Kerabatnya” yang dapat diakses melalui spoti.fi/3DcL0Jb.
Untuk mencegah ini, setelah mendapat “titipan” dari orang dalam, recruiter harus dapat menginformasikan konsekuensi apabila menerima kandidat di bawah standar, baik dampak pada perusahaan maupun kandidat itu sendiri.
Apabila orang dalam berusaha untuk mendesak pengambilan keputusan, uraikan konsekuensi apabila menerima kandidat di bawah standar secara detail. Namun, bagaimana ya jika yang dihadapi adalah atasan sendiri?
Mendapatkan pekerjaan dengan koneksi orang dalam tidak sepenuhnya salah jika hanya berupa rekomendasi dari karyawan perusahaan atau bos. Hal ini menunjukkan jika orang tersebut berhasil membentuk personal branding yang baik dengan kemampuan yang cukup.
Sistem ini bahkan difasilitasi oleh perusahaan tertentu dengan pemberian reward pada si pembawa pekerja. Hadiah ini diberikan karena telah membantu mempercepat proses rekrutmen dan efektif dengan pertimbangan kualitas kandidat yang bisa dipertanggungjawabkan.
Hal yang menjadi permasalahan adalah ketika pekerjaan tersebut didapatkan dengan cuma-cuma melalui cara nepotisme (berkaitan dengan hubungan kerabat atau pertemanan), hingga penyogokan terhadap rekruter.
Jika bekerja dengan cara tersebut, cepat atau lambat akan ada permasalahan yang rumit. Contohnya seperti lingkungan kerja yang tidak sehat untuk diri sendiri karena kecemburuan sosial, masalah personal dengan rekan kerja, menurunnya produktivitas, hingga meningkatnya angka turnover karyawan.
Selain itu, masuk kerja dengan nepotisme atau suap ini juga melanggar Undang-undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 31, yang berisi
“Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri.”
Jelas kesempatan yang sama ini tidak akan didapat jika melakukan nepotisme atau suap. Orang lain yang mungkin lebih kredibel untuk diterima dalam posisi yang dituju harus menelan pil pahit karena kalah dari yang memiliki koneksi.
"Ketika orang merasa kuat atau merasa tidak berdaya, itu memengaruhi persepsi mereka tentang orang lain," kata Yap, peneliti pascadoktoral di MIT.
Menurut pemahamannya, kita akan menilai kekuatan orang lain relatif terhadap kekuatan kita sendiri. Dalam hal ini, ketika kita merasa kuat, orang lain tampak kurang begitu begitu pun sebaliknya, ini tanpa sadar mengganggu alam bawah sadar kita.