JAKARTA, KOMPAS.com - Revisi RUU Minyak dan Gas Bumi (RUU Migas) perlu segera diseleaikan lantaran kebutuhan energi di RI terus bertambah seiring pertumbuhan ekonomi nasional.
Menurut Pendiri Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto, penyelesaian RUU Migas akan memberikan sinyal positif bagi dunia usaha dan dalam rangka membenahi investasi serta memperbaiki pengelolaan industri hulu migas nasional.
Menurut dia, ada tiga hal yang jadi bahasan revisi. Ketiganya yaitu kepastian hukum, kepastian fiskal dan keekonomian serta kemudahan birokrasi atau perizinan.
“Akar permasalahannya berada pada ketiga aspek tersebut di level undang-undang,” ujar Pri dalam acara Media Briefing IPA Convex 2023, Senin (10/4/2023), melalui keterangan pers.
Baca juga: RUU Migas Bakal Atur Eksplorasi KKKS Demi Target Produksi Besar-besaran
Menurut Pri, kondisi industri hulu migas saat ini disebut sedang mengalami kondisi sunset. Tren pencapaian kinerja dan signifikansi sektor hulu migas terus menurun.
Sebagai informasi, cadangan minyak bumi Indonesia yang terbukti saat ini tercatat hanya sekitar 3,95 miliar barrel dengan rata-rata produksi sekitar 600.000 barrel per hari.
“Ada dua hal yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya sunset industry, yaitu menemukan lapangan besar migas dan lapangan migas yang sudah terbukti tersebut harus segera berjalan. Agar berjalan, tidak bisa dikerjakan secara business as usual. Untuk itu, RUU Migas diharapkan bisa mengakomodir permasalahan pada industri hulu migas saat ini,” ujar Pri.
Baca juga: Pengamat Energi: RUU Migas Tak Bisa Ditawar, Harus Selesai Periode Ini
Anggota Tim Energi Bimasena, Suyitno Patmosukismo, menyampaikan bahwa Undang-Undang Migas yang ada saat ini sudah tidak relevan dengan kondisi sektor migas, apalagi adanya era transisi energi dan target produksi migas 2030.
Untuk itu, RUU migas harus disegerakan guna meningkatkan kembali peran industri migas bagi pertumbuhan ekonomi seperti pernah ada sebelumnya.
“Sektor hulu migas nasional pernah memiliki masa jaya sekitar 1972 hingga 1997. Pada periode tersebut, Indonesia tercatat memiliki cadangan minyak terbukti hingga 11,6 miliar barrel lebih, dengan rata-rata produksi mencapai 1,3 juta barrel minyak bumi per hari,” kata Suyitno.