Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bos OJK: "Badai" Ekonomi Mulai Mereda, tapi Belum Berlalu

Kompas.com - 21/06/2023, 06:00 WIB
Agustinus Rangga Respati,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan, kondisi perekonomian yang tecermin dari sektor keuangan di Indonesia terus mengalami perbaikan dibandingkan pada kuartal I-2023.

Meskipun demikian, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan, Indonesia masih perlu waspada terhadap risiko dan tantangan yang berasal dari pengaruh ekonomi global.

"Dalam satu kalimat, bisa dikatakan, walaupun badai mereda, tapi sama sekali belum berlalu," ujar dia dalam acara Infobank Executive Lecture and 20th Infobank-MRI Banking Service Excellent 2023, Selasa (20/6/2023).

Baca juga: Kapan Waktu yang Tepat Memiliki Asuransi? Simak Kata OJK

Ia menerangkan, tekanan inflasi global memang mulai mereda, tetapi tetap berada pada tingkat yang lebih tinggi. Secara historis, tren inflasi yang terjadi merupakan yang paling tinggi dalam 35-40 tahun terakhir.

"Kita tidak pernah membayangkan negara di Eropa Barat bisa mengalami inflasi double digit, tapi sekarang barangkali itu menjadi berita yang rutin. Walaupun reda, tetap dalam kondisi yang tinggi," imbuh dia.

Inflasi yang tinggi masih menjadi salah satu katalis yang membuat bank sentral di setiap negara terus mengerek suku bunga acuannya. Hal tersebut secara langsung akan memengaruhi kondisi likuiditas global. Tak terkecuali, dampak tersebut juga dapat merembet ke Indonesia.

Baca juga: OJK Terbitkan Program Baru Anti Pencucian Uang, Apa Isinya?

 

Lebih lanjut, Mahendra mengungkapkan pengetatan yang luar biasa ditambah dengan tingkat pengangguran yang tinggi dan terus meningkat dapat menyebabkan risiko resesi dan stagflasi di negara maju semakin besar. Jika dampaknya belum terasa tahun ini, Mahendra bilang bukan tak mungkin hal itu terjadi pada tahun depan.

Hal tersebut belum lagi masih ditambah dengan persaingan geopolitik yang belum kunjung reda. Mahendra menyebutkan, banyak pakar telah meramalkan, dampak dari persaingan geopolitik ini bisa membutuhkan waktu pemulihan hingga satu dasawarsa, mengingat kondisinya yang terlampau berat.

Di tengah semua situasi tersebut, Mahendra menyebut pertumbuhan ekonomi nasional masih terjaga baik. Itu terutama ditopang neraca perdagangan yang masih menunjukkan surplus. Pendorong ekonomi yang semula ditopang oleh ekspor diprediksi akan bergerak ke peningkatan kinerja konsumsi domestik.

Baca juga: Daftar 102 Pinjol Legal yang Kantongi Izin OJK

"Plus harapannya tentu investasi," kata dia.

Terkait dengan investasi di tahun politik, Mahendra menyampaikan, Indonesia perlu melihat momentum ini sebagai pijakan pertumbuhan ekonomi. Pasalnya, Indonesia telah lima kali menjalankan pemilihan umum.

"Indonesia secara efektif menjadi negara demokrasi presidensial terbesar di dunia, bahkan lebih besar dari AS. Meskipun (AS) lebih besar dari kita, tapi kita selalu berada di atas 80 persen dari persentase jumlah pemilih, jadi lebih besar," tandas dia.

Baca juga: Kasus Gagal Bayar Kresna Life, OJK: Kami Sudah Beri Cukup Waktu

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com