Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada Kasus Dugaan Korupsi, Operasional Blok Mandiodo Disetop

Kompas.com - 11/08/2023, 20:35 WIB
Yohana Artha Uly,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif memastikan seluruh operasional penambangan bijih nikel pada wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Antam Tbk di Blok Mandiodo, Konawe Utara, disetop setelah adanya kasus korupsi.

Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan 10 tersangka yang terlibat dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan pertambangan ore nikel di Blok Mandiodo.

"Iya setop dong," ujar Arifin saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta,

Baca juga: Freeport Keberatan Soal Bea Keluar, Menteri ESDM: Kita Tindak Lanjuti

Terkait penetapan eks Dirjen Mineral dan Batubara (Minerba) Ridwan Djamaluddin menjadi salah satu tersangka dalam kasus itu, dia bilang akan menghormati proses hukum yang sedang berjalan.

"Kalau ini kita lihat proses hukum karena kita menghormati," kata dia.

Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan dua tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi pertambangan ore nikel di Blok Mandiodo, yakni RJ atau Ridwan Djamaluddin dan HJ selaku Sub Koordinator Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) Kementerian ESDM.

Baca juga: Eks Dirjen Minerba Ditahan Kejagung, Kementerian ESDM Buka Suara

Kedua tersangka yang baru ditetapkan berperan memberikan satu kebijakan di sekitar Blok Mandiodo yang menyebabkan kerugian besar bagi negara.

"(Kebijakan) yang menyebabkan kerugian negara seluruhnya 5,7 triliun," ujar Ketut di Jakarta, Rabu (9/8/2023).

Untuk sementara waktu, RJ dan HJ ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejagung. Namun jika penyidikan sudah rampung, penahanan keduanya dipindah ke Rutan Kejaksaan Tinggi Sultra.

Baca juga: Soal Divestasi Saham Vale, Menteri ESDM: Tinggal Finishing

Terpisah, Asisten Bidang Inteligen (Asintel) Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara Ade Hermawan menjelaskan, pada 14 Desember 2021 lalu, RJ telah memimpin rapat terbatas membahas dan memutuskan penyederhanaan aspek penilaian RKAB perusahaan pertambangan yang telah diatur dengan Keputusan Menteri ESDM nomor 1806 K/30/MEM/2018 tanggal 30 April 2018.

Akibat pengurangan dan penyederhanaan aspek penilaian yang dilakukan oleh RJ tersebut, PT Kabaena Kromit Pratama (KKP) yang tidak lagi mempunyai deposit nikel di wilayah IUP-nya mendapatkan kuota pertambangan ore nikel (RKAB) tahun 2022 sebanyak 1,5 juta metrik ton (MT). Demikian juga beberapa perusahaan lain yang berada disekitaran Blok Mandiodo itu.

"RKAB tersebut pada kenyataannya digunakan atau dijual oleh PT KKP dan beberapa perusahaan lainnya kepada PT Lawu Agung Mining (LAM) untuk melegalkan pertambangan ore nikel dilahan milik PT Antam Tbk seluas 157 hektar yang tidak mempunyai RKAB," ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (9/8/2023).

Baca juga: Tambang Nikel dan Dampak Deforestasi

"Dan ini juga dilakukan di lahan milik PT Antam Tbk lainnya yang dikelola PT LAM berdasarkan KSO (kerja sama operasi) dengan PT Antam Tbk dan Perumda Sultra dan Perusda Konawe Utara," terang dia.

Sedangkan peran tersangka HJ bersama dengan tersangka SM selaku Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral dan EVT selaku evaluator, serta tersangka YB selaku Koordinator RKAB telah memproses permohonan RKAB PT KKP dan beberapa perusahaan lain di sekitar Blok Mandiodo, tanpa mengacu pada aspek penilaian yang ditentukan oleh Keputusan Menteri ESDM nomor 1806.

"Akan tetapi mengacu pada perintah tersangka RJ berdasarkan hasil rapat terbatas tanggal 14 Desember 2021 itu," kata Ade.

Baca juga: Grup Salim Dikabarkan Caplok Saham Emiten Tambang Grup Bakrie

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com