Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Andrean Rifaldo
Praktisi Perpajakan

Praktisi perpajakan. Tulisan yang disampaikan merupakan pendapat pribadi dan bukan merupakan cerminan instansi.

Menanti Pencapaian Nol Persen Kemiskinan Ekstrem pada 2024

Kompas.com - 04/09/2023, 16:43 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PADA 8 Juni 2022, melalui Instruksi Presiden (Inpres) No. 4/2022, pemerintah menargetkan pengentasan kemiskinan ekstrem hingga 0 persen pada 2024.

Target ini jauh lebih ambisius dibanding Tujuan Global (SDG) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mencanangkan penyelesaian kemiskinan hingga 2030.

Dalam Susenas 2022, sebanyak 2,04 persen populasi nasional, setara 5,6 juta jiwa masih hidup dalam kemiskinan ekstrem.

Angka ini turun tipis 0,10 persen dibanding tahun sebelumnya. Mencapai target 0 persen kemiskinan ekstrem tahun depan pun sangat tak mudah, namun bukan berarti mustahil.

Multidimensi Kemiskinan

Kemiskinan merupakan masalah multidimensional yang disebabkan berbagai faktor. Pada 2017, Program Pembangunan PBB (UNDP) melakukan pengukuran kemiskinan di Indonesia dari segi kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan.

Hasilnya, sekitar 9,5 juta jiwa mengalami kemiskinan multimensional, sementara 12,8 juta lainnya tergolong rentan miskin.

Kesehatan memegang peran penting dalam pengentasan kemiskinan. Kualitas kesehatan yang buruk menimbulkan biaya pengobatan yang tinggi dan berdampak negatif pada penghasilan masyarakat (Bank Dunia, 2014).

“Sayangnya, sejumlah masalah kronis masih terus menghantui sektor kesehatan di Indonesia,” tegas sebuah artikel 2021 terbitan Lowy Institute.

Kesenjangan akses menjadi salah satu isu utamanya. Pada Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, sebanyak 59,3 persen rumah tangga di Papua menilai bahwa akses pelayanan kesehatan masih sangat sulit.

Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan Yogyakarta dan Jakarta yang hanya sebesar 7,6 persen dan 16,2 persen.

Masalah kesehatan juga menyirnakan harapan banyak anak untuk meningkatkan kesejahteraan keluarganya. Pada 2022, tingkat kematian bayi tercatat mencapai 1.690 per 100.000 kelahiran.

Meski turun 1,74 persen dari tahun sebelumnya, angka ini masih jauh di atas target global PBB sebesar 70 per 100.000 kelahiran.

Selain itu, 21,6 persen anak yang berhasil tumbuh menghadapi masalah stunting. Dalam beberapa tahun masa pertumbuhan selanjutnya, masalah kesenjangan pendidikan pun muncul.

Sulitnya akses pendidikan akibat keterbatasan sosioekonomi telah menyebabkan siklus kemiskinan terus berlanjut.

Meski tingkat partisipasi pendidikan terus meningkat selama satu dekade terakhir, 4,2 juta anak masih belum dapat mengakses pendidikan karena kendala sosioekonomi dan geografis (UNICEF, 2020).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com