Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Menanti Pencapaian Nol Persen Kemiskinan Ekstrem pada 2024

Target ini jauh lebih ambisius dibanding Tujuan Global (SDG) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mencanangkan penyelesaian kemiskinan hingga 2030.

Dalam Susenas 2022, sebanyak 2,04 persen populasi nasional, setara 5,6 juta jiwa masih hidup dalam kemiskinan ekstrem.

Angka ini turun tipis 0,10 persen dibanding tahun sebelumnya. Mencapai target 0 persen kemiskinan ekstrem tahun depan pun sangat tak mudah, namun bukan berarti mustahil.

Multidimensi Kemiskinan

Kemiskinan merupakan masalah multidimensional yang disebabkan berbagai faktor. Pada 2017, Program Pembangunan PBB (UNDP) melakukan pengukuran kemiskinan di Indonesia dari segi kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan.

Hasilnya, sekitar 9,5 juta jiwa mengalami kemiskinan multimensional, sementara 12,8 juta lainnya tergolong rentan miskin.

Kesehatan memegang peran penting dalam pengentasan kemiskinan. Kualitas kesehatan yang buruk menimbulkan biaya pengobatan yang tinggi dan berdampak negatif pada penghasilan masyarakat (Bank Dunia, 2014).

“Sayangnya, sejumlah masalah kronis masih terus menghantui sektor kesehatan di Indonesia,” tegas sebuah artikel 2021 terbitan Lowy Institute.

Kesenjangan akses menjadi salah satu isu utamanya. Pada Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, sebanyak 59,3 persen rumah tangga di Papua menilai bahwa akses pelayanan kesehatan masih sangat sulit.

Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan Yogyakarta dan Jakarta yang hanya sebesar 7,6 persen dan 16,2 persen.

Masalah kesehatan juga menyirnakan harapan banyak anak untuk meningkatkan kesejahteraan keluarganya. Pada 2022, tingkat kematian bayi tercatat mencapai 1.690 per 100.000 kelahiran.

Meski turun 1,74 persen dari tahun sebelumnya, angka ini masih jauh di atas target global PBB sebesar 70 per 100.000 kelahiran.

Selain itu, 21,6 persen anak yang berhasil tumbuh menghadapi masalah stunting. Dalam beberapa tahun masa pertumbuhan selanjutnya, masalah kesenjangan pendidikan pun muncul.

Sulitnya akses pendidikan akibat keterbatasan sosioekonomi telah menyebabkan siklus kemiskinan terus berlanjut.

Meski tingkat partisipasi pendidikan terus meningkat selama satu dekade terakhir, 4,2 juta anak masih belum dapat mengakses pendidikan karena kendala sosioekonomi dan geografis (UNICEF, 2020).

Data Susenas 2018 juga mencatat tingginya tingkat putus sekolah pada penyandang disabilitas dengan total 140.000 anak.

Pada akhirnya, isu kesehatan dan pendidikan tersebut menumbuhkan kesenjangan kesejahteraan. Ketimpangan ini menjadi penghambat utama dalam mengatasi kemiskinan.

Pada 2021, UNDP menemukan bahwa Indonesia memiliki tingkat pertumbuhan kesenjangan tertinggi di Kawasan Asia-Pasifik.

Upaya mengentaskan kemiskinan

Oleh karena itu, mencapai target nol persen kemiskinan ekstrem tahun 2024 akan memerlukan upaya besar.

Dibutuhkan kebijakan transformasi untuk menciptakan akses kesehatan, pendidikan, dan perlindungan sosial yang lebih baik.

Pada tahun ini, anggaran kesehatan reguler telah tumbuh 37 persen mencapai Rp 178,7 triliun. Dana ini mendukung berlangsungnya program Jaminan Kesehatan Nasional yang telah mencakup 95,74 persen populasi nasional sebanyak 259,5 juta jiwa.

Dari total tersebut, 61,7 persen peserta merupakan Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang didanai oleh APBN dan APBD.

Selain itu, Program Percepatan Penurunan Stunting tahun ini juga akan mencakup penyediaan gizi tambahan bagi 50.000 ibu hamil dan 138.889 balita yang membutuhkan.

Langkah ini mewujudkan komitmen menurunkan prevalensi stunting dari 21,6 persen menjadi 14 persen sesuai target tahun depan.

Anggaran pendidikan tahun ini juga mencatat rekor tertinggi sepanjang sejarah, mencapai Rp 612,2 triliun.

Beberapa sasaran utamanya untuk meningkatkan akses pendidikan melalui Program Indonesia Pintar kepada 20,1 juta anak, mencakup 45,5 persen jumlah siswa nasional.

Sebanyak 49,9 persen anggaran tersebut akan disalurkan ke pemerintah daerah. Tujuannya untuk mendukung pemerataan kualitas pendidikan melalui dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Bantuan Operasional Penyelenggaraan (BOP), yang akan memberikan manfaat bagi 50,7 juta anak.

Dalam peningkatan kesejahteraan, anggaran perlindungan sosial senilai Rp 476 triliun. Selain itu, akan melanjutkan Program Keluarga Harapan (PKH) dan Program Sembako bagi 10 juta dan 18,8 juta rumah tangga.

Laporan Bank Dunia (2020) menegaskan, “Beragam program jaminan sosial telah melindungi para pekerja sektor formal dan membantu banyak rumah tangga rentan di Indonesia.”

Waktu terus berjalan menuju tenggat target nol kemiskinan ekstrem nasional. Hanya melalui kebijakan yang mendukung pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial, dapat diwujudkan investasi besar bagi kesejahteraan masyarakat untuk mencapai target tersebut tahun depan.

https://money.kompas.com/read/2023/09/04/164328426/menanti-pencapaian-nol-persen-kemiskinan-ekstrem-pada-2024

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke