Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Perlu Cegah Migrasi Pengguna Pertamax ke Pertalite

Kompas.com - 05/10/2023, 16:44 WIB
Yohana Artha Uly,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah dinilai perlu segera merampungkan revisi Peraturan Presiden (Perpres) 191 Tahun 2014 yang akan mengatur pembatasan pembelian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, salah satunya Pertalite.

Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi mengatakan, aturan pembatasan pembelian Pertalite diperlukan untuk mengatasi potensi beralihnya pengguna BBM non-subsidi ke BBM bersubsidi.

Peralihan dimungkinkan terjadi seiring naiknya harga Pertamax yang merupakan BBM non-subsidi, sehingga meningkatkan disparitas harga antara Pertamax dan Pertalite yang kini mencapai Rp 4.000 per liter.

Baca juga: Ada Gangguan, Pengisiaan Pertalite di SPBU Sempat Terganggu

PT Pertamina (Persero) telah menaikkan harga Pertamax menjadi Rp 14.000 per liter per 1 Oktober 2023, sementara Pertalite yang merupakan BBM bersubsidi tetap seharga Rp 10.000 per liter.

"Pemerintah harus melakukan pembatasan penggunaan BBM subsidi dengan mekanisme yang bisa diterapkan (applicable)," ujar Fahmy dalam keterangannya, Kamis (5/10/2023).

Menurutnya, pemerintah perlu mengatur pembelian Pertalite dengan hanya memperbolehkan bagi kendaraan roda dua, serta kendaraan angkutan penumpang dan barang.

Baca juga: Pertamina Berharap Pengguna Pertamax Tidak Migrasi ke Pertalite

"Mekanisme pembatasan itu dengan menetapkan dalam Perpres bahwa konsumen BBM subsidi adalah kosumen pemilik sepeda motor dan kendaraan angkutan penumpang dan barang," sarannya.

Ia menuturkan, kenaikan harga BBM non-subsidi pada dasarnya terjadi karena mengikuti mekanisme pasar. Variabel utama penetapan harga BBM non-subsidi adalah harga minyak dunia, yang saat ini mencapai 95,31 dollar AS per barrel.

Kendati harga minyak dunia hampir mendekati 100 dollar AS per barrel, hingga saat ini pemerintah masih bersikukuh untuk tidak menaikkan harga BBM bersubsidi, Pertalite dan Solar.

Baca juga: Pemerintah Waspadai Migrasi Pengguna Pertamax ke Pertalite

Fahmy memahami, kenaikan harga BBM bersubsidi dapat memicu kenaikan inflasi yang menurunkan daya beli masyarakat. Hal ini berisiko bagi pemerintah, terlebih saat ini sudah mulai memasuki tahun politik.

Kendati begitu, jika tidak ada kenaikan harga Pertalite maka memperbesar disparitas harga dengan Pertamax dan memicu terjadinya pergeseran konsumsi ke BBM subsidi. Risikonya bisa membuat jebolnya kuota Pertalite tahun ini.

"Kenaikkan harga (Pertamax) memperbesar disparitas yang akan memicu gelombang migrasi konsumen Pertamax ke Pertalite. Migrasi tersebut berpotensi menjebolkan kuota Pertalite, yang akan memperberat beban APBN dalam pemberian subsidi BBM," jelasnya.

Baca juga: Harga Pertamax dkk Naik, Cek Daftarnya di Seluruh Wilayah Indonesia

Maka dari itu, perlu diatur pembatasan pembeliannya, jika pemerintah memilih tidak menaikkan harga Pertalite untuk memperkecil disparitas harga antara Pertalite dengan Pertamax.

"Alternatifnya, pemerintah harus melakukkan pembatasan penggunaan BBM subsidi," tutup dia.

Baca juga: Soal Usulan Pertalite Jadi Pertamax Green 92, ESDM: Belum Dibahas...

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com