Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kementerian ESDM Ungkap Ada 8 Cekungan Air Tanah yang Rusak, dari Jakarta hingga Banjarmasin

Kompas.com - 14/11/2023, 05:00 WIB
Yohana Artha Uly,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan berbagai wilayah dengan cekungan air tanah (CAT) dalam kondisi rusak. Setidaknya ada 8 cekungan yang kondisinya telah rusak.

Kedelapan cekungan tersebut yakni CAT Jakarta, CAT Karawang-Bekasi, CAT Serang-Tangerang, CAT Bogor, CAT Bandung-Soreang, CAT Pekalongan-Pemalang, CAT Semarang, dan CAT Palangkaraya-Banjarmasin.

"Ini semua termasuk cat yang dalam kondisi mengalami kerusakan," ujar Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Muhammad Wafid dalam konferensi pers di Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (13/11/2023).

Tanda-tanda dari rusaknya CAT yakni air yang tekontaminasi, air lapisan tanah (akuifer) bagian atas dan bawah sudah bercampur, hingga terjadinya penurunan muka tanah (landsubsidence).

Baca juga: Alasan Kementerian ESDM Atur Penggunaan Air Tanah buat Cegah Jakarta Tenggelam

Menurut Wafid, daerah pantai utara Pulau Jawa sudah sangat terdampak atas rusaknya CAT. Pada CAT di lingkup daerah tersebut sudah mengalami penurunan muka tanah akibat pengambilan air tanah yang berlebihan, misalnya di Semarang, Pekalongan dan Demak.

"Pekalongan yang sekarang sudah sangat intens terjadi land-subsidence ini, hingga 10 cm per tahun. Dan itu kami terus melakukan identifikasi. Juga di Semarang, itu ada genangan air yang kalau sudah mulai rob, tidak kembali lagi karena sudah menggenang, karena land-nya sudah mengalami penurunan," paparnya.

Kondisi banyaknya cekungan air tanah yang mengalami kerusakan itu menjadi salah satu hal yang mendasari pemerintah melakukan pengendalian air tanah.

Aturan itu tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 291.K/GL.01/MEM.G/2023 tentang Standar Penyelenggaraan Persetujuan Penggunaan Air Tanah.

Baca juga: Tak Semua Rumah Tangga Pakai Air Tanah Wajib Izin ESDM, Ini Kriterianya

 


Pada beleid itu disebut bahwa rumah tangga dengan pemakaian air tanah lebih dari 100 meter kubik (m3) atau 100.000 liter per bulan maka wajib meminta izin dari Kementerian ESDM.

Wafid mengakui, pengambilan air tanah pada dasarnya bukan satu-satunya penyebab terjadinya penurunan muka tanah. Hal itu bisa juga disebabkan kompaksi alami, kondisi teknonik, dan pembebanan infrastruktur atau gedung-gedung di sekitar lokasi.

Meski begitu, dia bilang, pengaturan penggunaan air tanah ini diperlukan untuk membantu proses pemulihan muka air tanah sehingga menekan laju penurunan muka tanah.

"Setidaknya dengan andil air tanah yang kita kelola, kita coba kurangi land-subsidence, khususnya Pantai Utara Jawa," tutupnya.

Baca juga: Aturan Baru, Masyarakat Pakai Air Tanah dari Sumur Wajib Izin Kementerian ESDM

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Whats New
Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Whats New
BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Whats New
Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Work Smart
Dukung 'Green Building', Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Dukung "Green Building", Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Whats New
Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Whats New
Kinerja Pegawai Bea Cukai 'Dirujak' Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Kinerja Pegawai Bea Cukai "Dirujak" Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Whats New
Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Whats New
Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Work Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com