Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
FINTECH

Bunga P2P Lending Turun, AdaKami Imbau Masyarakat Lebih Bijak Sebelum Meminjam

Kompas.com - 19/12/2023, 11:45 WIB
Erlangga Satya Darmawan,
Agung Dwi E

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menetapkan penurunan bunga fintech peer to peer (P2P) lending melalui Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 19/SEOJK.05/2023 yang diterbitkan pada Jumat (1/11/2023).

Untuk P2P lending sektor konsumtif, bunga maksimal ditetapkan menjadi 0,3 persen per hari. Aturan bunga ini mulai diterapkan pada Senin (1/1/2024). Pada 2025, OJK kembali menurunkan bunga maksimal menjadi 0,2 persen per hari dan 0,1 persen per hari pada 2026.

Beleid tersebut juga mengatur denda harian yang mulai diterapkan pada 2024, 2025, dan 2026, masing-masing 0,3 persen per hari, 0,2 persen per hari, serta 0,1 persen per hari.

Aturan baru itu menjadi kabar baik bagi masyarakat. Dengan bunga yang ringan, masyarakat pun bisa memanfaatkan P2P lending sebagai solusi keuangan.

Baca juga: Penyaluran Pembiayaan P2P Lending ke UMKM Capai Rp 19,73 Triliun Per Mei

Menyikapi SEOJK 19/2023, AdaKami pun meninjau ulang perhitungan biaya-biaya yang diberikan.

Direktur Utama AdaKami Bernardino M Vega Jr mengatakan, selain menurunkan bunga pinjaman, AdaKami juga harus mempertimbangkan keberkelanjutan bisnis.

“Kami harus jeli. Kami akan lebih ketat dan cost akan lebih rendah. Lalu, kami akan pangkas biaya-biaya yang tak perlu, seperti pengurangan promosi. Underwriting process pun kami efisienkan. Kemudian, dari sisi prudency, juga kami tingkatkan. Makanya, sekarang kami punya komisaris independen juga," ujar Bernardino dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Senin (18/12/2023).

Pihaknya pun juga perlu menjaga kualitas kredit atau nilai yang disalurkan agar tetap sehat. Dengan demikian, penyaluran kredit P2P lending dapat mendorong pertumbuhan ekonomi negara.

Untuk diketahui, kredit sehat P2P lending diukur tingkat wanprestasi (TWP) 90 atau pembayaran dari debitur sampai dengan 90 hari sejak jatuh tempo terakhir. OJK sendiri menetapkan batas TWP 90 yang dapat ditoleransi P2P lending maksimal 5 persen.

Per Oktober 2023, tingkat kredit macet P2P lending mencapai 2,89 persen. Meski masih jauh dari batas maksimal, angka ini naik 0,07 persen dari September 2023.

Perlu dibarengi kesadaran masyarakat

Meski bunga maksimal diturunkan, risiko kredit macet pada P2P lending masih tetap ada. Karena itu, platform P2P lending akan semakin ketat menyaring nasabah.

“Penurunan bunga pinjaman mendorong industri untuk menyaring secara lebih ketat profil risiko nasabah. Dalam artian, nasabah dengan profil risiko lebih tinggi akan lebih kecil kemungkinan untuk dilayani oleh P2P lending,” terang Government Relation Head AdaKami Anna Urbinas.

Di sisi lain, peran masyarakat juga diperlukan untuk mencegah kredit macet. Anna pun mengingatkan masyarakat untuk memahami risiko akibat kredit macet, baik dilakukan secara sengaja atau tidak.

Selain itu, ia juga mendorong masyarakat untuk lebih bijak sebelum mengajukan pinjaman. Caranya, hitung secara presisi kemampuan bayar pinjaman sehingga bisa melunasi tepat waktu dan terhindar dari kredit macet.

skor kredit yang buruk di SLIK OJK akan berdampak bagi nasabah P2P lending. Dok. Adakami skor kredit yang buruk di SLIK OJK akan berdampak bagi nasabah P2P lending.

Pola pikir menggampangkan pinjaman, kata Anna, juga perlu diubah. Sebagai contoh, nasabah kerap berkomentar bahwa baru empat hari terlambat, penagihan yang diterima seperti terlambat dua bulan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Whats New
BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Whats New
Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Work Smart
Dukung 'Green Building', Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Dukung "Green Building", Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Whats New
Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Whats New
Kinerja Pegawai Bea Cukai 'Dirujak' Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Kinerja Pegawai Bea Cukai "Dirujak" Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Whats New
Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Whats New
Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Work Smart
Viral Mainan 'Influencer' Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Viral Mainan "Influencer" Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com