Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pedagang Pasar Minta Pemerintah Antisipasi Kelangkaan Beras

Kompas.com - 12/02/2024, 20:12 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (DPP IKAPPI) meminta pemerintah mengantisipasi kelangkaan beras di pasar-pasar tradisional mengingat saat ini masih dalam momentum Pemilu 2024.

"IKAPPI mendorong agar pemerintah berhati-hati dengan lonjakan beras dan sulitnya beras di dapati di pasar tradisional, ini penting karena ini momen politik," kata Sekretaris Jenderal DPP IKAPPI Reynaldi Sarijowan dalam keterangan tertulis, Senin (12/2/2024).

Reynaldi mengatakan, selain kelangkaan beras, harga beras di pasar masih mahal dan tak pernah menyentuh Harga Eceran Tertinggi (HET).

Baca juga: Harga Beras Tinggi, Akankah HET Direvisi ?

IKAPPI, kata dia, menerima laporan harga beras medium di pasar mencapai Rp 13.500 per kilogram (kg).

Padahal, HET beras medium yang ditetapkan pemerintah di 3 zona lebih rendah yaitu, di zona 1 Rp 10.900, untuk zona 2 Rp 11.500, zona 3 Rp 11.800.

"Kami mendapati laporan untuk harga beras medium terkerek di Rp 13.500 per kg, sedangkan beras premium sudah menyentuh 18500 per kg, persoalan harga beras yang tak kunjung menyentuh HET," ujarnya.

Menurut Reynaldi, ada beberapa hal yang menyebabkan harga beras tak pernah menyentuh HET, pertama, pemerintah tak serius dalam mengelola perberasan sejak musim tanam tahun 2022 hingga saat ini.

Karenanya, kata dia, data terkait produktivitas beras nasional menjadi tidak jelas.

"Kedua, kami mendorong agar sinkronisasi data antara beras yang disebarkan di masyarakat digunakan untuk bansos dan yang disebarkan untuk pedagang pasar, itu penting untuk keberlangsungan pasar agar harga di pasar tidak tinggi," ucap dia.

Secara terpisah, Asosiasi Peritel Indonesia (Aprindo) tak menampik bahwa stok beras di peritel mulai berkurang, bahkan cenderung kosong.

Ketua Aprindo Roy Mandey menjelaskan, hal itu lantaran ada sebagian pengusaha ritel yang memilih untuk berhenti memesan beras dari produsen beras lantaran harganya yang semakin tinggi jauh di atas harga eceren tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.

Dia menyebutkan, harga beras premium saja sudah dibanderol Rp 16.000, sedangkan HET beras premium Rp 13.900.

Baca juga: Harga Beras Melambung Tinggi, Apa Upaya Pemerintah Jokowi?

Belum lagi di sisi lain, para produsen beras mengeluhkan stok beras yang diolah mulai berkurang.

“Sudah sepekan ini beras itu berangsur kurang. Kemudian kita purchasing order (PO) atau kita pesan ke produsen, eh malah harganya tinggi,” ujar Roy saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (10/2/2024).

“Sementara kalau peritel membeli harga tinggi dan harus melepas sesuai HET ke konsumen, peritel rugi kan, siapa yang mau nombok. Jadi memang ada yang memilih untuk menyetop pembelian atau pemesan beras dari produsen beras sehingga suplai di ritel memang sedikit atau kosong,” sambungnya.

Roy juga khawatir kasus kelangkaan dan mahalnya minyak goreng seperti tahun-tahun lalu akan berulang terjadi pada beras.

Oleh sebab itu, pengusaha ritel meminta agar pemerintah bisa mencabut ataupun merelaksasi HET untuk sementara waktu.

“Kalau HET ini tidak dicabut, tentu ritel enggak akan mau membeli lagi dari produsen karena enggak mau rugi. Nah, kalau beras di ritel kosong, tentu harga beras di pasaran tinggi kan bisa malah sampai tiga kali lipat, yang artinya ada kemungkinan juga bisa membuat panic buying hingga kelangkaan,” jelas Roy.

Baca juga: Bapanas Janji Beras Tak Langka Lagi di Toko Ritel Modern Pekan Ini

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com