Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mengenal Instrumen Risk Free Rate di Indonesia

Pada praktiknya terdapat banyak referensi instrumen risk free, mulai dari deposito, obligasi negara, JIBOR dan IndONIA. Penjelasannya sebagai berikut.

Deposito dan LPS

Bagi masyarakat secara umum, Deposito yang tingkat suku bunga dan nominalnya dijamin oleh LPS biasanya menjadi patokan RFR di Indonesia. Pada saat tulisan ini dibuat, besarnya suku bunga penjaminan LPS adalah 6,75 persen pada bank umum dan 9,25 persen pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dengan batas maksimal Rp 2 milliar.

Hal ini memang tidak salah, namun bagi High Net Worth Individual (HNWI) dan institusi pengelola dana besar seperti perusahaan, asuransi, dana pensiun, yayasan dan manajer investasi pengelola dana, ketentuan tersebut tidak begitu berlaku karena nilai penempatan yang jauh di atas Rp 2 milliar.

Selain itu, tidak jarang pula dengan dana yang besar, pemilik dana dapat menegosiasikan tingkat bunga deposito yang lebih besar daripada yang berlaku yang dipasar.

Dengan tidak adanya penjaminan dari LPS, maka bisa dikatakan untuk kategori investor tertentu, suku bunga deposito tidak bisa dikategorikan sebagai instrumen yang bebas risiko 100 persen.

Meski demikian, risiko gagal bayar dari perbankan juga relatif sangat kecil.

Obligasi Negara

Ada juga yang menganggap obligasi pemerintah sebagai instrumen risk free. Sebab penerbitnya adalah pemerintah Republik Indonesia yang tidak mungkin mengalami gagal bayar. Selain itu, tidak ada pembatasan akan nilai penempatan dan suku bunga seperti halnya yang berlaku di deposito.

Perlu diketahui, terdapat banyak sekali seri obligasi pemerintah. Mulai dari yang jatuh temponya kurang dari 1 tahun yang dikenal dengan Surat Perbendaharaan Negara (SPN) hingga bisa puluhan tahun yang dikenal dengan Surat Utang Negara (SUN) dan Sukuk (versi Syariah).

Ada yang mata uangnya Rp ada juga yang USD, ada yang bunganya tetap dan variabel, dan ada lagi versi obligasi untuk investor perorangan yang dikenal dengan Obligasi atau Sukuk Ritel.

Bagi praktisi, umumnya seri yang dijadikan sebagai acuan adalah obligasi berkupon tetap (Fixed Rate) dengan jatuh tempo 10 tahun. Banyak penyedia data keuangan profesional yang menggunakan data ini sebagai referensi tingkat bunga obligasi suatu negara dalam kepentingan untuk dibandingkan dengan negara lain.

Baca: Generasi Milenial Serbu Obligasi Negara

Obligasi negara memang tidak memiliki risiko gagal bayar, tapi berarti tidak ada risiko sama sekali. Salah satu risiko yang dalam berinvestasi di Surat Utang Negara adalah risiko fluktuasi harga.

Pada prinsipnya memang obligasi pada saat jatuh tempo pasti akan dibayar senilai pokoknya, namun dalam perjalanannya, harga obligasi bisa naik turun karena dipengaruhi kondisi pasar. Investor yang membeli dan menjual obligasi negara sebelum jatuh tempo memiliki potensi untuk mengalami capital gain atau loss.

Bagi akademisi dan masyarakat secara umum, data mengenai obligasi negara memang masih sulit diakses. Penyedia data ini umumnya merupakan situs komersial dengan biaya langganan yang cukup mahal.

Terdapat satu lagi referensi data yang dapat dipertimbangkan sebagai Risk Free Rate karena data dapat diakses oleh publik, tersedia secara harian, dan dikeluarkan oleh Lembaga resmi yaitu Bank Indonesia yaitu INDONIA dan JIBOR

IndONIA (Indonesia Overnight Index Average) dan JIBOR (Jakarta Interbank Offered Rate)

Mengutip situs Bank Indonesia, IndONIA dan JIBOR dijelaskan sebagai cerminan suku bunga yang terjadi di pasar uang, yang dihitung secara periodik, tersedia dan dapat digunakan oleh para pelaku pasar sebagai referensi seperti penetapan suku bunga pinjaman, penetapan harga instrumen keuangan, dan pengukuran kinerja instrumen keuangan.

IndONIA adalah indeks suku bunga atas transaksi pinjam-meminjamkan rupiah tanpa agunan yang dilakukan antarbank untuk jangka waktu overnight di Indonesia. Sementara untuk JIBOR menggunakan periode yang lebih panjang yaitu 1 minggu, 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan dan 12 bulan.

Dalam bahasa yang lebih awam, anggap saja ketika anda datang ke bank dan melihat tabel bunga deposito, untuk penempatan deposito yang sifatnya bisa dicarikan kapan saja tanpa penalty atau dikenal dengan Deposit On Call itu dianalogikan sebagai IndONIA, sementara deposito dengan jatuh tempo yang lebih panjang dan bunga yang lebih tinggi dianalogikan sebagai JIBOR.

Penggunaan Instrumen Risk Free

Dari sekian instrumen yang tersedia, mana yang lebih tepat untuk digunakan sebagai Risk Free. Jawabannya tergantung kepada pengguna. Jika anda adalah investor perorangan, maka bunga deposito saja sudah cukup untuk dianggap sebagai risk free.

Jika anda sedang menghitung nilai wajar suatu proyek yang jangka waktunya akan berjalan beberapa tahun, penggunaan obligasi negara juga dapat dipertimbangkan.

Namun jika anda adalah seorang akademisi atau analis yang membutuhkan risk free sebagai komponen perhitungan, maka bisa menggunakan IndONIA dengan pertimbangan data tersebut tersedia secara harian sehingga bisa disandingkan dengan data lain seperti harga saham dan obligasi yang juga bersifat harian serta dapat diakses publik tanpa harus membayar.

Bagi akademisi, data deposito yang cenderung tidak banyak berubah, mungkin sulit untuk diakses secara harian, dan tidak tersedia untuk publik cukup menyulitkan untuk dilakukan penelitian. Sementara untuk obligasi negara, dibutuhkan biaya langganan yang tidak sedikit. Untuk itu, IndONIA dapat dijadikan sebagai salah satu pertimbangan.

Informasi mengenai IndONIA dapat diakses di sini. 

Tentu saja, hal di atas bukan merupakan suatu keharusan sehingga bisa menggunakan data lain sesuai kebutuhan dan dasar teori yang digunakan.

Berikut ini adalah data IndONIA dari periode 2 Januari 2017 sampai dengan 5 Agustus 2019.

Sumber : Situs Bank Indonesia

Demikian artikel ini, semoga bermanfaat

https://money.kompas.com/read/2019/08/07/133000226/mengenal-instrumen-risk-free-rate-di-indonesia

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke