Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Penerapan Kemasan Polos Dinilai Picu Produk Ilegal

Pemerintah pun mewacanakan kebijakan pembatasan merek (brand restriction) dan menerapkan kemasan polos (plain packaging). Nantinya, kemasan rokok yang semula mencantumkan peringatan kesehatan bergambar seram sebesar 40 persen akan menjadi 90 persen.

Mencermati itu, Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Budidoyo Siswanto menilai bahwa wacana tersebut tidak ada relevansinya dengan upaya menekan jumlah perokok.

Kebijakan tersebut justru akan merugikan industri rokok, konsumen serta pemerintah sendiri dimana akan terjadi banyak pemalsuan rokok/rokok illegal.

"Di Australia sudah melakukan plain packaging tapi itu malah muncul banyak rokok ilegal atau palsu," kata Budidoyo dalam diskusi di Hotel Milenium, Jakarta, Rabu (9/10/2019).

Budidoyo menyatakan, pihaknya menolak wacana tersebut karena pemerintah tidak punya alasan kuat seperti riset yang valid untuk mengakui bahwa kemasan polos itu bisa menekan jumlah perukok.

Selain itu, kebijakan yang diberlakuakan seharusnya bisa melindungi semua kelompok masyarakat baik produsen maupun konsumen sendiri.

Menurut dia, penurunan jumlah rokok yang terjadi di berbagai negara itu bukan semata-mata adanya kebijakan penerapan aturan kemasan polos. Sebab, kemasan polos sebenarnya tidak ada relevansinya dalam mengurangi jumlah perokok di negara tersebut.

"Penurunan jumlah perokok bukan soal plain packaging tapi lebih karena kebijakan negara bersangkutan. Misalnya di AS ada kebijakan tidak boleh ada zat perasa dan sebagainya," ujarnya.


Sementara itu, Business Development Director Indonesian Packaging Federation Ariana Susanti mengatakan, pemerintah tidak harus dengan serta merta mengadopsi kebijakan dari negara lain.

Alasannya, permasalahan ekonomi dan sosial di berbagai negara berbeda dan perlu ada kajian lebih lanjut serta mendalam. Akan tetapi dengan adanya kemasan polos justru yang terjadi ialah pembatasan ruang bagi pelaku industri di Tanah Air.

"Dari segi desain itu akan membatasi kreativitas dalam mendesain kemasan produk. Kemasan polos itu seperti manusia tanpa nama karena di dalam kemasan itu ada semua informasi. Kemasan itu berkontribusi membangun sebuah brand. Jadi kalau brand itu dibatasi itu bisa menumbuhkan pemalsuan," katanya.

Pada sisi lain, Ariana khawatir kebijakan tersebut justru akan mempengaruhi industri lainnya yang terkait dengan kemasan. Karena itu ia berharap agar pemerintah lebih memperhatikan dan mendukung pertumbuhan industri dalam negeri.

Pasalnya segala kebijakan yang diterapkan harus bisa berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi domestik.

"Kemasan merupakan nilai jual produk. Kalau blind packaging atau regulasi yang membatasi merek yang rugi produsen dan konsumen," katanya.

https://money.kompas.com/read/2019/10/09/202000026/penerapan-kemasan-polos-dinilai-picu-produk-ilegal

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke