JAKARTA, KOMPAS.com - PT Asuransi Jiwasraya (Persero) tengah dalam ambang kebangkrutan. Perusahaan BUMN asuransi ini mengalami gagal bayar polis kepada nasabah terkait produk investasi Saving Plan.
Nilai tunggakan pada nasabahnya tak tanggung-tanggung, mencapai Rp 12,4 triliun. Kesalahan manajemen terdahulu dalam penempatan investasi jadi penyebabnya. Jiwasraya sendiri diketahui banyak mengoleksi saham yang berisiko tinggi.
Menariknya, meski mengalami kondisi keuangan yang pelik, BUMN asuransi ini diketahui menerima belasan penghargaan dari berbagai lembaga dan media.
Salah satu penghargaan Jiwasraya yang cukup bergengsi yakni BUMN Branding & Marketing Award 2018 dari BUMN Track pada November 2018 untuk katagori Product Development. Penghargaan tersebut ditandatangani Reinald Kasali.
Belakangan, Guru Besar Universitas Indonesia kemudian memberikan klarifikasi.
"Ini benar-benar keterlaluan dan pembodohan. Bukannya membuat analisis yang benar dan tangkap pelaku fraud-nya, malah membangun logika yang ngawur,” kata Rhenald Kasali dalam keterangannya, Selasa (31/12/2019).
Menurut dia, penghargaan yang terdapat tanda tangannya dan diberikan tahun 2018, mengacu pada data-data Jiwasraya tahun 2016 dan 2017.
Berdasarkan data yang diterimanya, pada 2016, Jiwasraya dinyatakan untung Rp 1,6 triliun dan meningkat jadi Rp 2,7 triliun pada 2017. Namun, laba bersihnya dikoreksi menjadi Rp 360 miliar.
Dikatakan akademisi yang kerap wara-wiri jadi juri award ini, fraud perusahaan tak bisa dikaitkan dengan penghargaan. Pasalnya fraud di dalam perusahaan asuransi itu terjadi secara terselubung pada sisi investasi.
"Sedangkan penghargaannya terkait proses pembuatan produk di antara sesama BUMN dan anak cucunya. Apa hubungannya? Bantulah negara membuat persoalannya jelas, jangan malah dibuat kusut," ucap Reinald.
"Dan karang-karang angka sendiri. Jadi daripada membiarkan pelaku fraud melarikan diri, lebih baik fokus pada seluk beluk permaian si pelaku," katanya lagi.
Sebagai informasi, Jiwasraya sendiri sudah diaudit oleh kantor akutan besar PWC dan dinyatakan untung Rp 1,6 triliun pada tahun 2016.
Lalu pada tahun 2017 direksi mengklaim untung Rp 2,7 triliun. Namun direksi baru mencium kejanggalan dan meminta KAP mengecek kembali sehingga laba bersihya dikoreksi menjadi Rp 360 miliar.
Tak hanya dari BUMN Track. Dilihat dari situs resminya, sepanjang tahun 2018, Jiwasraya menerima belasan penghargaan yang berasal dari Majalah SWA, Menkominfo, Markplus, Majalah Investor, WartaEkonomi dan sejumlah media dan pihak asuransi.
Salah kelola
Sebelumnya, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance ( Indef), Enny Sri Hartati, mengungkapkan kasus perusahaan asuransi sampai tekor triliunan rupiah dinilainya tidak lazim.
Pengelolaan dana di industri asuransi, berbeda dengan perusahaan investasi lainnya.
"Tidak lazim, nggak lazim sekali kalau sampai asuransi bisa rugi sebesar itu. Kalau sampai rugi triliunan di industri ini, berarti ada salah kelola atau moral hazard," jelas Enny.
Menurutnya, di industri asuransi menerapkan prinsip kehati-hatian yang lebih ketat dibanding industri keuangan lainnya.
Kemudian, umumnya perusahaan asuransi juga menggunakan reasuransi. Dimana risiko bisa dibagi dengan perusahaan asuransi lain.
"Di sistem asuransi itu yang namanya pertanggungan diberikan sesuai dengan polisnya. Nggak ada rugi semacam BPJS (Kesehatan)," kata Enny.
"Kemudian karena dia produknya asuransi, kan ada reasuransi. Harusnya sudah diperhitungkan, kalau bisa rugi sebesar itu artinya ada moral hazard, ada pelanggaran dalam pengelolaannya," tambahnya.
https://money.kompas.com/read/2019/12/31/124200226/ironi-jiwasraya-sabet-banyak-award-saat-kondisi-sekarat