Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

BPS Jelaskan soal Stok Beras

KOMPAS.com – Direktur Statistik Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan, Badan Pusat Statistik (BPS) Kadarmanto menanggapi pernyataan presiden yang menyebut adanya minus produksi beras di tujuh provinsi.

Dia menerangkan, perhitungan surplus dan defisit sebagian besar memang dipengaruhi kebutuhan tingkat konsumsi masyarakat.

Misalnya, katanya, kebutuhan konsumsi di bulan puasa dan lebaran cenderung meningkat. Untuk itu, bila terjadi defisit, hal tersebut masih dalam posisi wajar.

"Untuk menghitung surplus-defisit memang sangat dipengaruhi beberapa hal terutama di kebutuhan atau konsumsinya,” ujarnya di Jakarta, Minggu (3/5/2020).

Dia juga menjelaskan, BPS hanya menghitung surplus dan defisit produksi saja. Caranya adalah total produksi dikurangi total konsumsi/kebutuhan.

Selain itu, data yang disampaikan presiden merupakan data bulanan BPS atau data yang juga digunakan Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian (Kementan).

"Sebetulnya data yang minus itu ketersediaan. Kami di BPS hanya menyampaikan produksi bulanan. Nah yang ketersediaan itu mungkin digunakan BKP,” ungkapnya.

Namun demikian, dia juga menyebut data tersebut selalu disampaikan ke Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementan.

“Jadi persoalan data kami dipakai siapa wewenang Pusdatin Kementan," katanya seperti keterangan tertulis yang diterima Kompas.com.

Untuk itu, Kadarmanto pun menegaskan data tunggal untuk produksi pangan nasional telah digunakan.

Data tersebut juga yang digunakan Kementan mengenai produksi padi dan data yang sama dengan data yang selama ini digunakan BPS.

"Karena setiap bulan setelah kami amati melalui KSA (Kerangka Sample Area) langsung kami kirim ke Kementan melalui Pusdatin Kementan,” jelasnya.

Kadarmanto pun menyebut pihaknya bersepakat dengan kualitas data yang dimiliki Pusdatin.

"Setiap bulan kami selalu berkoordinasi dengan mereka," ujarnya.

Dia menjelaskan, data yang sama juga dikirim kepada Badan Urusan Logistik (Bulog) dan sejumlah lembaga negara lainnya sebagai komitmen Satu Data yang disepakati pada Desember 2019 lalu.

“Jadi kami selalu berkoordinasi dengan Pusdatin Kementan dan atau kementerian lembaga lainnya terkait update data pangan dan lainnya" katanya.

Dukungan untuk memperbaiki sistem distribusi

Sementara itu, Kadarmanto juga mendukung upaya kementan untuk memperbaiki sistem distribusi yang selama ini dinilai menjadi pemicu defisit pangan.

Untuk itu, dia juga mengharapkan Kementan melakukan pengecekan Delta Stok di gudang-gudang pangan Indonesia.

"Jadi kalau saya perhatikan perlu dicek di Delta Stock dan memperbaiki pola distribusi. Sehingga, ini bisa digunakan sebagai acuan ketersediaan,” jelasnya.

Menurutnya, bila ditambahkan stok Bulog, maka harus dipastikan juga bila data yang ada di Bulog adalah hasil impor sementara Serap Gabah, termasuk pengadaan dalam negeri yang sudah termasuk dalam Produksi.

“Toh secara nasional kita masih surplus produksi," tegasnya.

Adapun, Kementan sebelumnya telah memperkirakan produksi beras pada Juni mendatang surplus 6,4 juta ton.

Perkiraan ini didasarkan pada produksi dan kebutuhan konsumsi bulanan, serta memperhitungkan stok yang ada.

Pada akhir Maret 2020, stok terhitung sebanyak 3,45 juta ton. Rinciannya stok dari Bulog 1,4 juta ton, penggilingan 1,2 juta ton, pedagang 754.000 ton, dan di Lumbung Pangan Masyarakat (LPM) 2,939 ton.

Itu juga belum termasuk stok di masyarakat lainnya, seperti rumah tangga dan hotel retoran kafe (horeka).

Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) mengungkapkan, saat ini pihaknya terus menjaga ketersediaan pangan khususnya pada 11 komoditas bahan pokok.

Di samping itu, Mentan juga sedang mengintensifkan berbagai kerja sama dengan kementerian, lembaga, dan unsur terkait agar ketersediaan dan distribusi pangan tetap terjaga.

https://money.kompas.com/read/2020/05/03/135256726/bps-jelaskan-soal-stok-beras

Terkini Lainnya

Kehabisan Tiket Kereta? Coba Fitur Access by KAI Ini

Kehabisan Tiket Kereta? Coba Fitur Access by KAI Ini

Spend Smart
Harga Saham BBRI 'Nyungsep' 5 Persen, Investor 'Buy' atau 'Hold'?

Harga Saham BBRI "Nyungsep" 5 Persen, Investor "Buy" atau "Hold"?

Whats New
Cara Hapus Daftar Transfer di BCA Mobile

Cara Hapus Daftar Transfer di BCA Mobile

Work Smart
Perkuat Stabilitas Rupiah di Tengah Ketegangan Dunia

Perkuat Stabilitas Rupiah di Tengah Ketegangan Dunia

Whats New
Bantu Industri Hadapi Risiko Geopolitik, PGN Bakal Bangun Hub Optimalkan LNG Lintas Negara

Bantu Industri Hadapi Risiko Geopolitik, PGN Bakal Bangun Hub Optimalkan LNG Lintas Negara

Whats New
Mendag Musnahkan 27.078 Ton Produk Baja Ilegal Milik PT Hwa Hook Steel

Mendag Musnahkan 27.078 Ton Produk Baja Ilegal Milik PT Hwa Hook Steel

Whats New
Survei BI: Penyaluran Kredit Baru Perbankan Tumbuh pada Kuartal I-2024

Survei BI: Penyaluran Kredit Baru Perbankan Tumbuh pada Kuartal I-2024

Whats New
Bangun Ekosistem Hunian Terintegrasi Internet, Perumnas Gandeng Telkomsel

Bangun Ekosistem Hunian Terintegrasi Internet, Perumnas Gandeng Telkomsel

Whats New
Kalog Express Layani Pengiriman 3.186 Ton Barang Selama Lebaran 2024

Kalog Express Layani Pengiriman 3.186 Ton Barang Selama Lebaran 2024

Whats New
Bank Sentral Jepang Pertahankan Suku Bunga

Bank Sentral Jepang Pertahankan Suku Bunga

Whats New
Temukan Jaringan Narkotika di Tangerang, Bea Cukai dan BNNP Banten Musnahkan 21 Kg Sabu

Temukan Jaringan Narkotika di Tangerang, Bea Cukai dan BNNP Banten Musnahkan 21 Kg Sabu

Whats New
Dorong UMKM 'Go Global', Pertamina Kembali Gelar UMK Academy 2024

Dorong UMKM "Go Global", Pertamina Kembali Gelar UMK Academy 2024

Whats New
Mata Uang Polandia Bukan Euro meski Gabung Uni Eropa, Apa Alasannya?

Mata Uang Polandia Bukan Euro meski Gabung Uni Eropa, Apa Alasannya?

Whats New
Bersinergi Bersama, Bea Cukai dan BNN Usut Tuntas 4 Kasus Peredaran Sabu dan Ganja di Jateng

Bersinergi Bersama, Bea Cukai dan BNN Usut Tuntas 4 Kasus Peredaran Sabu dan Ganja di Jateng

Whats New
Dana Asing Rp 29,73 Triliun Cabut dari Indonesia, Ini Kata Sri Mulyani

Dana Asing Rp 29,73 Triliun Cabut dari Indonesia, Ini Kata Sri Mulyani

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke